Kunjungan SUPERIOR GENERAL
KONGREGASI MURID-MURID TUHAN
Ke Propinsi INDONESIA
Pada tanggal 10 Juli sampai 22 Juli 2009, Pater Stephen Ng, Superior General CDD mengadakan kunjungan pastoral ke Propinsi Indonesia. Pada kesempatan ini, Pater General mengadakan visitasi ke komunitas CDD Pontianak, Jakarta dan Malang. Dalam kesempatan ini, Pater General berkenan mengadakan temu wicara dengan para imam, bruder dan frater CDD yang tergabung dalam propinsi Indonesia. Bahkan dalam kunjungan ini, Pater General juga mengadakan pembicaraan-pembicaraan dengan para karyawan dari unit karya pendidikan yang dikelola oleh CDD Indonesia di Malang dan Pontianak.
Dalam setiap pembicaraan, Pater Stephen Ng menekankan pentingnya propinsi Indonesia bagi Kongregasi Murid-murid Tuhan karena melalui propinsi ini, diharapkan tumbuh dan berkembangnya panggilan, khususnya panggilan dalam hidup membiara. Pater General yang fasih berbicara bahasa melayu ini menekankan pentingnya hidup bersama dan terutama hidup persaudaraan dalam komunitas-komunitas CDD.
Pater general yang pernah menjadi rector seminari menengah di Malaysia ini sangat mengagumi dan terutama memuji semangat pelayanan yang telah diperlihatkan oleh konfrater-konfrater CDD Indonesia. Dalam kunjungan ini, Pater general juga memberikan gambaran singkat tentang perkembangan CDD di dunia. Khususnya para Costantinian di tanah China. Model dan gaya pembinaan yang dilakukan di China sangat berbeda dengan propinsi lain. Hal ini terutama disebabkan oleh situasi dan kondisi setempat yang tidak memungkinkan. Dalam hal ini, pater general yang pernah menjabat sebagai provincial CDD Malaysia ini mengajak para anggota untuk senantiasa mendoakan para konfrater CDD yang berada di China. General yang berasal dari Malaysia ini mengajak para konfrater untuk selalu mengingat para costantinian yang bekerja di tanah China dalam doa-doa setiap hari.
Mengenai propinsi Indonesia, pater general menggarisbawahi bahwa propinsi ini adalah propinsi yang subur dalam panggilan dan karya. Beliau sangat bangga dengan segala usaha yang telah dijalankan oleh para anggota CDD Indonesia. Untuk para Novis, Pater general menekankan pentingnya masa novisiat sebagai saat untuk pengudusan diri dan juga masa transformasi kedalam mental Kristus sendiri. Maka kita semua perlu bersemangat dalam hidup doa dan komunitas. Dalam pertemuan dengan para frater skolastik, pater general menekankan perlunya memadukan hidup doa dan studi dalam kesatuan yang sinergis. Dalam kunjungan ini, Pater General juga membuka pintu bagi konfrater Indonesia yang ingin melanjutkan studi ke Taiwan bahkan sangat dianjurkan pula untuk mengadakan misi ke Taiwan.
Akhirnya, waktu jualah yang harus menyelesaikan semua kunjungan ini. Selamat jalan pater general dan sampai bertemu dalam visitasi berikutnya.
Salam dan doa
Ignas Huang CDD
Congregatio Discipulorum Domini
Para anggota Congregatio Discipulorum Domini (Kongregasi Murid-murid Tuhan) menghayati hidupnya sebagai murid dan senantiasa belajar pada Yesus Kristus, sang Guru Agung. Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus menjadi ungkapan cinta dan penyerahan diri secara total. Dari sinilah para anggota menimba kekuatan untuk karya kerasulannya sebagai murid yang diutus untuk mempersiapkan orang menyambut Kristus di dalam hidupnya (bdk. Luk 10:1-12).
23 June 2009
KAUL PERDANA FRATER-FRATER CDD
Kaul Perdana dalam Kongregasi Murid – Murid Tuhan
Tanggal 20 Juli 2009, bertempat di kapel St Yusup Blimbing Malang, diselenggarakan misa kudus kaul perdana empat orang Costantinian yang telah menyelesaikan masa novisiatnya. Misa kudus berlangsung dengan hikmat dan berjalan dengan lancar. Misa pengucapan kaul perdana dalam kongregasi Murid-murid Tuhan ini dipimpin oleh Pater Lodewiyk Tshie CDD, provincial Indonesia dan didampingi oleh Pater Agus Lie CDD, prefek student dan Pater Sukamto CDD, magister Novis. Disamping itu, Pater Marianus CDD yang bertugas di asrama St Yusuf dan Pater Johan CDD yang bertugas di Pontianak juga ikut mendampingi dalam misa kudus ini.
Setiap kali kita mengikuti dan menyaksikan perayaan pengucapan kaul, kita diajak untuk melihat kembali hidup panggilan kita masing-masing. Pater Provinsial menekankan pentingnya hidup bersama dalam meniti panggilan hidup. Pengucapan kaul perdana bukanlah akhir dari suatu proses pembinaan di novisiat namun adalah suatu kelanjutan yang berkesinambungan dalam seluruh proses formatio. Pater Lodewiyk juga mengutip pengalaman hidup dari Maria dan Marta yang adalah contoh dari cara hidup yang memadukan doa dan kerja. Seorang biarawan yang baik akan selalu memadukan hidupnya dengan gerakan doa dan kerja dalam satu gerakan yang sinergis.
Misa pengucapan kaul perdana yang diselenggarakan pada tahun ini terasa istimewa sekali. Hal ini disebabkan karena pada saat misa berlangsung, Pater Stephen Ng, Superior General kongregasi Murid-murid Tuhan juga hadir dan turut mengambil bagian dalam konselebrasi. Beliau memang diundang oleh provinsialat untuk menghadiri misa pengucapan kaul perdana ini. Menurut Pater general, inilah kali pertama ia mengikuti misa pengucapan kaul perdana CDD di propinsi Indonesia dan beliau sangat terkesan.
Setelah misa selesai, Pater provincial menyampaikan sepatah dua patah kata yang disampaikan oleh Pater Yuki CDD, wakil provincial Indonesia. Pada kesempatan yang sangat baik ini, Pater General CDD juga berkenan menyampaikan sepatah dua patah kata yang sangat meneguhkan para frater yang sedang berpesta. Pater General menyampaikan sambutan dalam bahasa mandarin dan diterjemahkan oleh Pater Agus Lie CDD.
Setelah perayaan syukur selesai, para undangan mengadakan acara ramah tamah di aula serbaguna KOSAYU. Acara berlangsung dengan santai dan meriah.
Inilah empat orang yang mengucapkan kaul perdananya :
Fr. Petrus Diaz CDD dari keuskupan Larantuka
Fr. Andreas Setiadi CDD dari keuskupan Agung Pontianak
Br. Romansa CDD dari Keuskupan Sanggau
Fr.Alexander Ignatius Sujasan dari Keuskupan Agung Pontianak
Selamat atas semuanya dan selamat berjuang untuk tahap berikutnya.
Salam dan doa
Ignas Huang CDD
Tanggal 20 Juli 2009, bertempat di kapel St Yusup Blimbing Malang, diselenggarakan misa kudus kaul perdana empat orang Costantinian yang telah menyelesaikan masa novisiatnya. Misa kudus berlangsung dengan hikmat dan berjalan dengan lancar. Misa pengucapan kaul perdana dalam kongregasi Murid-murid Tuhan ini dipimpin oleh Pater Lodewiyk Tshie CDD, provincial Indonesia dan didampingi oleh Pater Agus Lie CDD, prefek student dan Pater Sukamto CDD, magister Novis. Disamping itu, Pater Marianus CDD yang bertugas di asrama St Yusuf dan Pater Johan CDD yang bertugas di Pontianak juga ikut mendampingi dalam misa kudus ini.
Setiap kali kita mengikuti dan menyaksikan perayaan pengucapan kaul, kita diajak untuk melihat kembali hidup panggilan kita masing-masing. Pater Provinsial menekankan pentingnya hidup bersama dalam meniti panggilan hidup. Pengucapan kaul perdana bukanlah akhir dari suatu proses pembinaan di novisiat namun adalah suatu kelanjutan yang berkesinambungan dalam seluruh proses formatio. Pater Lodewiyk juga mengutip pengalaman hidup dari Maria dan Marta yang adalah contoh dari cara hidup yang memadukan doa dan kerja. Seorang biarawan yang baik akan selalu memadukan hidupnya dengan gerakan doa dan kerja dalam satu gerakan yang sinergis.
Misa pengucapan kaul perdana yang diselenggarakan pada tahun ini terasa istimewa sekali. Hal ini disebabkan karena pada saat misa berlangsung, Pater Stephen Ng, Superior General kongregasi Murid-murid Tuhan juga hadir dan turut mengambil bagian dalam konselebrasi. Beliau memang diundang oleh provinsialat untuk menghadiri misa pengucapan kaul perdana ini. Menurut Pater general, inilah kali pertama ia mengikuti misa pengucapan kaul perdana CDD di propinsi Indonesia dan beliau sangat terkesan.
Setelah misa selesai, Pater provincial menyampaikan sepatah dua patah kata yang disampaikan oleh Pater Yuki CDD, wakil provincial Indonesia. Pada kesempatan yang sangat baik ini, Pater General CDD juga berkenan menyampaikan sepatah dua patah kata yang sangat meneguhkan para frater yang sedang berpesta. Pater General menyampaikan sambutan dalam bahasa mandarin dan diterjemahkan oleh Pater Agus Lie CDD.
Setelah perayaan syukur selesai, para undangan mengadakan acara ramah tamah di aula serbaguna KOSAYU. Acara berlangsung dengan santai dan meriah.
Inilah empat orang yang mengucapkan kaul perdananya :
Fr. Petrus Diaz CDD dari keuskupan Larantuka
Fr. Andreas Setiadi CDD dari keuskupan Agung Pontianak
Br. Romansa CDD dari Keuskupan Sanggau
Fr.Alexander Ignatius Sujasan dari Keuskupan Agung Pontianak
Selamat atas semuanya dan selamat berjuang untuk tahap berikutnya.
Salam dan doa
Ignas Huang CDD
IN MEMORIAM PATER JOSEPH MA CDD
In Memoriam
Pater Yoseph S. Ma CDD
Lahir : di Xuanhua, Hebei, 20 september 1929
Asal : Xuanhua, Hebei, China
Masuk seminari : 1941
Kaul Perdana : 8 Januari 1951
Kaul Kekal : 8 Juli 1956
Tahbisan : 1 Agustus 1956
Studi : Filsafat dan Teologi di Seminari Regional Aberdeen, Hongkong
Studi Lanjut : Master Sejarah dari Amerika Serikat
Tugas-tugas : Mengajar di Hengyee School, Taiwan
Dekan Fakultas Sejarah Universitas FuRen, Taiwan
Kepala Sekolah Hengyee High school, Taiwan
Pastor Paroki di Chang-an, Taipei ( hampir 18 tahun )
Tugas terakhir : Pastor Paroki di Chang-an, Taipei
Meninggal : 26 Agustus 2009
Kesan sejenak
November 2007-Mei 2008, saya mendapat kesempatan untuk tinggal di komunitas internasioanl CDD di Taiwan. Pada saat itu, saya bertemu dan sempat berbicara dengan Pater Ma kira-kira empat atau lima kali. Beliau adalah figure yang tenang tetapi sangat bersemangat. Meskipun tampak sudah berusia lanjut, tetapi beliau amat cekatan dan lincah dalam menjalankan tugas. Saya mendapat kesan bahwa Pater adalah pribadi yang senang humor dan selalu tersenyum.
Pater Ma pernah tinggal di Malang, Indonesia selama kurang lebih enam bulan dan bertugas di unit pendidikan.
Pater Ma yang terkasih, Selamat Jalan dan selamat berbahagia di Surga. Semoga arwah dan segala amal kebaikan yang telah disemai oleh Pater Yosep Ma menjadi teladan dan semangat bagi kita semua. Amin (Ignas Huang CDD)
Teriring salam dan doa kami
Para Imam, bruder dan Frater CDD
Propinsi Indonesia
Pater Yoseph S. Ma CDD
Lahir : di Xuanhua, Hebei, 20 september 1929
Asal : Xuanhua, Hebei, China
Masuk seminari : 1941
Kaul Perdana : 8 Januari 1951
Kaul Kekal : 8 Juli 1956
Tahbisan : 1 Agustus 1956
Studi : Filsafat dan Teologi di Seminari Regional Aberdeen, Hongkong
Studi Lanjut : Master Sejarah dari Amerika Serikat
Tugas-tugas : Mengajar di Hengyee School, Taiwan
Dekan Fakultas Sejarah Universitas FuRen, Taiwan
Kepala Sekolah Hengyee High school, Taiwan
Pastor Paroki di Chang-an, Taipei ( hampir 18 tahun )
Tugas terakhir : Pastor Paroki di Chang-an, Taipei
Meninggal : 26 Agustus 2009
Kesan sejenak
November 2007-Mei 2008, saya mendapat kesempatan untuk tinggal di komunitas internasioanl CDD di Taiwan. Pada saat itu, saya bertemu dan sempat berbicara dengan Pater Ma kira-kira empat atau lima kali. Beliau adalah figure yang tenang tetapi sangat bersemangat. Meskipun tampak sudah berusia lanjut, tetapi beliau amat cekatan dan lincah dalam menjalankan tugas. Saya mendapat kesan bahwa Pater adalah pribadi yang senang humor dan selalu tersenyum.
Pater Ma pernah tinggal di Malang, Indonesia selama kurang lebih enam bulan dan bertugas di unit pendidikan.
Pater Ma yang terkasih, Selamat Jalan dan selamat berbahagia di Surga. Semoga arwah dan segala amal kebaikan yang telah disemai oleh Pater Yosep Ma menjadi teladan dan semangat bagi kita semua. Amin (Ignas Huang CDD)
Teriring salam dan doa kami
Para Imam, bruder dan Frater CDD
Propinsi Indonesia
World Day of Prayer for The Sanctification of Priests
Hari ini, tgl 18 Juni 2009, Paus Benediktus XVI membuka tahun doa bagi para imam dengan ibadat sore bersama. Tahun ini adalah tahun yang dikhususkan bagi para imam. Gereja diajak untuk berdoa dan mendoakan para imam. Dunia terus bergerak dengan perkembangannya yang luar biasa. Misi gereja tergantung dengan amat sangat pada relasi pribadi setiap orang dengan Yesus Kristus dan untuk itu dibutuhkan santapan atau masukan yang berkualitas yakni DOA, demikian bunyi salah satu bagian dari dokumen World Day of Prayer for The Sanctification of Priests yang dikeluarkan oleh Congregatio Pro Clerics. Dokumen itu diterbitkan pada hari raya hati kudus Yesus 30 Mei 2008. Bahkan Paus Benediktus dalam Deus Caritas menegaskan perlunya doa ditengah gelombang dan pengaruh aktivisme dan sekularisme yang menghantam.
Kongregasi Murid-murid Tuhan adalah kongregasi untuk para imam dan bruder. Maka sejalan dengan misi gereja, kongregasi Murid-murid Tuhan yang juga memiliki spiritualitas ketaatan kepada tahta suci dan selalu berdoa bagi panggilan hidup membiara turut berpartisipasi dalam kegiatan doa untuk para imam ini.
Komunitas karya dan Skolastik CDD Blimbing, provinsialat dan novisiat CDD Batu dan komunitas karya CDD rumah retret Sawiran mengadakan ibadat sore bersama dan dilanjutkan dengan berkat Sakramen Mahakudus yang ditahtakan. Kegiatan komunitas untuk menyambut tahun doa bagi para imam ini diadakan di komunitas Batu. Acara berlangsung dengan khidmat dan diikuti oleh lima imam CDD, dua bruder dan delapan frater serta satu calon novis CDD. Pada saat hening, para imam mengucapkan doa penyerahan kepada Tuhan dan diikuti oleh doa dari umat untuk para imam. Acara berlangsung dengan baik dan mengesankan.
Sesudah devosi sakramen Mahakudus selesai diadakan, Pater Willy Malim Batuah CDD didaulat untuk memberikan sharing tentang hidup imamat. Dengan sharing ini, diharapkan para frater semakin bertekun dalam meniti hidup panggilannnya. Dalam sharingnya, Pater Willy menekankan bahwa orang janganlah takut kalau dipanggil Tuhan apalagi kalau jalannya aneh dan berliku-liku. Kita harus seperti yang dikatakan dalam surat Timotius “…aku tahu yang aku percayai…”. Pater Willy menekankan bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk memamnggil manusia. Pater Willi sendiri adalah produk imam yang setia menanti dan merawat panggilannya sampai 29 tahun. Setelah sekian lama, beliau baru ditahbiskan. Maka jangan takut dan percayalah kepada Tuhan.
Acara diakhiri dengan santap malam bersama dan dalam acara ini, semua tampak gembira dan bahagia. Semoga dengan kegiatan ini, hidup panggilan kita semua semakin bertumbuh dan semoga semakin banyak pemuda yang mau mengikuti jalan panggilan khusus ini.
Salam dan doa
Ignas Huang CDD
14 June 2009
MISA TRIDUUM DAN PROSESI SAKRAMEN MAHAKUDUS DEVOSI KHUSUS KONGREGASI MURID-MURID TUHAN
Kongregasi Murid-murid Tuhan didirikan oleh Celso Costantini di China pada tahun 1931. Ketika mendirikan kongregasi ini, Celso menginginkan dan menetapkan bahwa Ekaristi atau sakramen Mahakudus menjadi spiritualitas dari kongregasi Murid-murid Tuhan Oleh sebab itu, kongregasi Murid-murid Tuhan mengadakan berbagai usaha untuk semakin menghayati dan memperkenalkan devosi kepada Sakramen Mahakudus. Sejalan dengan itu, Komunitas biara CDD Malang, Batu dan Sawiran dalam kerjasama dengan Yayasan Kolese St Yusup yang bernaung di bawah Kongregasi Murid-Murid Tuhan menyelenggarakan triduum dan prosesi Sakramen Mahakudus. Triduum dimulai sejak tgl 9 dan memuncak pada 11 Juni 2009. Hari pertama Triduum di isi dengan misa kudus dan pentahtaan sakramen Mahakudus di Kapel KOSAYU Malang. Tema yang diusung adalah “Tuhan mengunjungi UmatNya”. Perayaan misa di pimpin oleh Pater Yuki CDD dan siraman rohani atau khotbah diberikan oleh Pater Marianus CDD.
Dalam khotbahnya, Pater Marianus CDD yang bertugas di Asrama Putra KOSAYU menekankan pentingnya devosi kepada Sakramen Mahakudus. Beliau mengatakan bahwa Tuhan senantiasa mengunjungi kita dalam setiap dinamika kehidupan kita. Berdevosi kepada Sakramen Mahakudus tidak boleh dikalahkan oleh keinginan diri yang justeru akan berakibat fatal.
Dalam hal ini, Pater Marianus CDD memberi contoh ketika ia hampir mengalami kecelakaan, tetapi beliau bersyukur bahwa sebelum peristiwa itu terjadi, beliau baru saja mengadakan sembah sujud sakramen bersama dengan anak-anak asrama. Beliau percaya bahwa Tuhan mengunjunginya pada saat itu
Triduum hari kedua juga diisi dengan perayaan ekaristi dan pentahtaan sakramen Mahakudus. Triduum hari kedua di pimpin oleh Pater Agus CDD dan khotbah disampaikan oleh Pater Lodewiyk CDD. Dalam khotbahnya, Pater Lodewiyk menegaskan bahwa Tuhan tidak hanya mengunjungi umatNya tetapi IA menyertai dan hadir bersama dengan UmatNya. Lebih lanjut dikatakan oleh Pater Lodewiyk bahwa Tuhan senantiasa akan menyertai umatNya sebagaimana Abraham yang percaya kepada warta keselamatan dari Tuhan meskipun semuanya tampak tidak jelas. Iman semacam inilah yang dituntut dari kita.
Puncak devosi dan berkat sakramen Mahakudus diadakan pada 11 Juni 2009 pukul 16.30. Pada hari puncak ini, cuaca mendung dan hujan turun silih berganti dengan frekuensi yang berbeda-beda. Kadang lebat kadang tidak . Panitia dibuat sibuk dan cemas. Namun kegiatan prosesi tetap dapat berjalan dengan baik tatkala pada saat misa berlangsung, cuaca sedikit demi sedikit mulai menampakkan kecerahannya. Puji Tuhan ! akhirnya semua dapat berjalan dengan baik. Di hari ketiga ini, misa dipimpin oleh Pater Lodewiyk CDD, provinsial Kongregasi Murid-murid Tuhan propinsi Indonesia dan didampingi oleh Pater Agus CDD, Pater Marianus CDD, Pater Marianus CDD dan Pater Sukamto CDD. Misa berlangsung dengan meriah dan umat yang hadir cukup banyak meskipun berkurang bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Banyak faktor yang turut mempengaruhi. Salah satunya adalah cuaca mendung yang menggantung di kota Malang pada hari itu.
Pada misa puncak ini, khotbah disampaikan oleh Pater Agus CDD. Dengan tegas Pater Agus mengatakan bahwa Devosi Sakramen Mahakudus tidak boleh hanya berhenti pada saat ada devosi. Tetapi umat harus sadar dan memahami bahwa Tuhan telah hadir setiap hari dalam hidup kita terutama pada saat kita menghadiri Misa Kudus setiap hari. Lebih lanjut, Pater Agus yang juga dosen di STFT Widya Sasana ini mengatakan bahwa manusia cenderung tidak kuat untuk bertahan dalam niat yang baik. Oleh sebab itu, manusia harus selalu berlatih dan menempa diri agar mampu bertahan dalam niat yang baik. Melalui devosi sakramen ini, umat diharapkan semakin mencintai dan mengandalkan Allah dalam hidupnya. Kita tidak perlu sibuk dan repot menjelaskan apa dan bagaimana roti menjadi tubuh dan anggur menjadi darah. Namun lebih penting dari semua itu, kita harus memiliki iman kepercayaan akan Allah yang hadir dalam rupa roti dan anggur, demikian penegasan yang disampaikan oleh Prefek Studen CDD ini
Setelah misa selesai, prosesi sakramen Mahakudus dipimpin oleh Pater Yuki CDD. Sakramen Mahakudus ditahtakan pada sebuah tandu yang telah dipersiapkan dengan bagus dan indah. Umat berarak dengan penuh kegembiraan dan sepanjang perarakan, umat bernyanyi dan berdoa. Pada setiap stasi, sakramen berhenti dan umat berlutut untuk mendapat berkat. Akhirnya sakramen tiba ditempat yang telah dipersiapkan dan disanalah Sakramen ditahtakan. Umat berdoa dan bernyanyi serta mendapat berkat berlimpah dari sakramen Mahakudus.
Devosi dan prosesi berjalan dengan cukup lancar dan menggembirakan. Umat dan panitia bekerja dengan sekuat tenaga untuk menyukseskannya. Para frater skolastik, novisiat dan postulat CDD tampak hadir bergabung dengan umat. Akhirnya misa dan prosesi sakramen Mahakudus selesai pada pukul 19.00 dan Pater Provinsial CDD menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan menyukseskan perayaan agung ini. semoga ditahun depan, perayaan ini semakin dikenal dan dengan demikian, semakin banyak orang yang mendapat berkat dari Sakramen Mahakudus.
Salam dan doa
Ignas Huang CDD
11 June 2009
“BUAH YANG JATUH TAKKAN JAUH DARI POHONNYA”
Sebuah refleksi tentang Peranan keluarga
bagi pertumbuhan kepribadian Celso Cardinal Costantini
Delegatus Pertama Tahta Apostolik untuk Negri China dan Pendiri CDD
Oleh : Fr.Alexander Ignatius Sujasan CDD
Keluarga yang harmonis
Beberapa psikolog mengatakan bahwa latar belakang keluarga menentukan watak dan kepribadian dari seorang anak ! Beberapa ahli malah merumuskannya dengan menunjuk pada pengaruh langsung atau gen dan pengaruh tak langsung atau kebiasaan-kebiasaan yang diadaptasi. Terlepas dari benar tidaknya hipotesa ini, layak untuk diperhatikan bahwa banyak keberhasilan yang diraih oleh seseorang yang disebabkan oleh pengaruh dari keluarga. Demikian pula sebaliknya, banyak kegagalan yang menghampiri seseorang karena pengaruh keluarga. Dengan kata lain, keluarga mau tidak mau pasti memberikan sedikit warna bagi hidup dan perkembangan seseorang.
Ketika kita membaca dan mempelajari sejarah kehidupan Celso Costantini, hati kita tidaklah berkobar-kobar atau penuh keingintahuan (paling tidak bagi penulis sendiri). Hal ini agak berbeda dengan kisah kehidupan pendiri kongregasi yang lain. Ada banyak kisah heroic yang ditampilkan dalam cerita kehidupan para pendiri kongregasi lain, meskipun tidak semuanya bernuansa demikian. Namun paling tidak ada kesan demikian. Apakah hal ini disebabkan oleh karena belum adanya riwayat hidup Celso dalam bahasa Indonesia ? Sehingga kita tidak bisa membaca secara kuantitatif maupun kualitatif segi-segi kehidupan Celso Costantini ? Oleh sebab itu, ketika mempelajari sejarah hidup Celso Costantini, penulis harus membolak-balik dan “mengutip” disana sini untuk mendapatkan “secuil” riwayat hidupnya. Tambahan lagi, hampir semua sumber yang ada masih dalam bahasa Italia dan sebagian dalam bahasa mandarin. Namun justeru dengan situasi ini, penulis menemukan banyak hal yang bermanfaat tentang Celso Costantini. Dan salah satu yang sangat menarik perhatian penulis adalah latar belakang keluarga Celso Costantini.
Celso Costantini lahir dan bertumbuh dalam sebuah keluarga katolik yang saleh. Ibunya adalah tipe wanita sederhana dari kampung yang “hanya” tahu mengurus keluarga. Tetapi dengan kesederhanaannya, Ibunya berhasil membawa Celso dan kakaknya untuk menjadi pelayan Tuhan ! Melalui Ibunya, Celso belajar untuk memiliki sikap iman yang benar. Celso dilatih untuk memiliki sikap saleh, beriman dan percaya pada penyelenggaraan Tuhan. Setiap malam Celso bersama dengan saudara-saudaranya diajak untuk bersimbuh dihadapan Tuhan dan Bunda Maria. Mereka berdoa dan sekaligus berdoa Rosario. Inilah jejak-jejak kehidupan rohani yang baik yang ditaburkan oleh ibunda Celso. Dalam hidup sehari-hari, ibu Celso masih mengajarkan untuk menjaga kebersihan dan menghargai kehidupan para religius, maka Celso menjadi pribadi yang tahu menghargai iman dan kebersihan diri. Sementara itu, ayahnya adalah seorang arsitek bangunan yang menekankan kedisiplinan dan ketekunan dalam bekerja. Sejak kecil, Celso dilatih untuk tidak malas dalam arti harus pandai memanfaatkan waktu kosong, tekun dalam arti setia dengan tugas yang diberikan dan tidak menggerutu, sikap hormat dalam arti tahu menghargai orang yang lebih tua, sikap pasrah dalam arti tidak mencari-cari yang tidak ada dan menerima keadaan yang ada lalu berusaha untuk menghidupinya. Hal ini tercermin ketika Celso kecil tidak dapat melanjutkan sekolah, maka ia hanya belajar dengan orang tuanya dan pasrah serta belajar dengan baik sekali.
Secara ringkas kita bisa mengatakan bahwa masa-masa kecil Celso mengajarkan kepadanya banyak hal yang bermanfaat untuk pertumbuhan kepribadiaannya. Semua terutama terjadi karena peranan dan campur tangan dari keluarganya. Kelak Celso menjadi seorang imam yang memiliki iman yang mendalam, pribadi yang matang, memiliki keteguhan hati, visioner, manager yang handal dan diatas semua itu, ia sangat menekankan pentingnya untuk mengisi waktu yang kosong dengan hal-hal yang bermanfaat ! Maka ia terkenal dengan semboyan Jadilah Imam yang saleh dan terpelajar !
Benih-benih panggilan
Sebagaimana telah diuraikan di atas, Celso kecil dipengaruhi dan bertumbuh dalam sebuah keluarga yang harmonis dan terutama memiliki keseimbangan dalam hal rohani dan jasmani. Maka semua itu menjadi bekal bagi munculnya benih-benih panggilan. Benih-benih panggilan yang muncul dalam hidup Celso bukanlah suatu perjalanan panggilan yang mulus dan lancar-lancar saja. Meskipun sejak kecil, Celso Costantini sudah dilatih untuk selalu berdoa dan percaya kepada Tuhan, namun semua itu tidak serta merta membuatnya ingin menjadi imam !. Celso kecil juga akrab dan sering membantu dan menemani seorang Bruder Fransiskan untuk mencari sedekah, namun tak pernah terbersit dalam pikirannya untuk menjadi seorang biarawan ! Maka ketika Bruder yang sering ditemani oleh Celso itu bertanya apakah ia ingin menjadi imam, dengan cepat Celso kecil menjawab TIDAK !
Benih-benih panggilan baru tumbuh dan bersemi dalam hidup Celso ketika ia bertemu dan melihat teladan hidup dari salah seorang pamannya ( saudara ayahnya ) yang menjadi seorang pastor. Celso melihat dan menemukan keteladanan yang baik dan menakjubkan dari sang paman. Maka mulailah tumbuh benih-benih panggilan dalam dirinya. Semua ini bisa terjadi karena dari keluarganya sendiri, Celso memang telah mendapat bekal yang cukup dalam hidup rohani. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghormati para imam yang adalah pengejawantahan pribadi Kristus sendiri. Meskipun demikian, ketika ia mengutarakan maksudnya untuk menjadi seorang imam, ibunya malah mengatakan bahwa ia tidak cocok untuk menjadi seorang imam. Ibunya mengatakan bahwa kakak Celso lebih cocok untuk menjadi seorang imam. Apakah ibunya tidak mendukung Celso untuk menjadi seorang imam ? ataukah semua itu hanya sebuah tantangan bagi Celso ?
Ketika Celso mengutarakan maksudnya untuk menjadi imam kepada ayahnya maka jawaban dari sang ayah lebih simpatik. Ayah Celso mengatakan bahwa menjadi imam adalah sebuah keputusan besar maka perlu dipikirkan dan direnungkan dengan sungguh-sungguh. Celso Costantini yang sudah mantap menjawab bahwa ia sudah memikirkannya. Maka ayahnya menyarakankan Celso untuk mengadakan bimbingan rohani dengan pamannya yang adalah seorang imam. Untuk ini, Celso harus menemui pamannya yang berada disebuah gereja yang jauhnya 15 km dari rumah Celso. Setiap sekali dalam seminggu, Celso harus berangkat kesana. Dan disanalah ia mendapat masukan dan bimbingan serta cerita-cerita heroic tentang orang-orang kudus terutama Santo Don Bosco, pencinta kaum muda !
Tahun-tahun penuh perjuangan
Keputusan sudah dibuat ! maka selanjutnya adalah tahun-tahun perjuangan untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang imam. Celso Costantini melanjutkan hidup panggilannya dan belajar ke kota Roma yang adalah pusat imam katolik. Celso selalu yakin bahwa dengan belajar di Roma dia akan memperoleh banyak hal yang bermanfaat untuk panggilannya. Terutama Celso sangat tertarik dengan seni bangunan yang antic di kota Roma. Celso menekankan bahwa keberangkatannya ke Roma bukan untuk mencari jabatan tinggi sebagaimana lazim terjadi pada saat itu. Dengan susah payah, Celso meyakinkan orangtuanya agar ia dapat berangkat ke kota Roma untuk belajar filsafat dan teologi. Pada akhirnya, orang tuanya setuju dan berangkatlah Celso dengan persiapan dana seadanya. Dalam pikirin Celso, ia akan bekerja sambil kuliah. Ia berpikir untuk menjadi penjaga asrama di kota Roma sambil kuliah.
Antara kenyataan dan rencana kerap kali tidak sejalan ! demikianlah yang terjadi dengan Celso Costantini. Sesampainya di kota Roma, ia mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sampingan sambil kuliah. Oleh sebab itu, dana yang tersedia semakin menipis dan ia terpaksa “mengemis” ke biara-biara untuk dapat tinggal dengan harga sewa yang lebih murah. Celso menceritakan bagaimana ia ditolak oleh imam dan bruder dari berbagai biara yang ia datangi. Sampai akhirnya ia kelelahan di tepi jalan dan ia menangis. Celso meratapi nasibnya yang tragis dan ditolak oleh biara-biara. Ia berkata “malam ini begitu banyak kamar kosong di biara-biara tetapi aku harus tidur di tepi jalan”. Dalam refleksinya kemudian, Celso mengatakan bahwa hanya orang miskin yang dapat menyelami kemiskinan dan kehidupan orang miskin itu sendiri !
Akhirnya Celso bertemu dengan seorang pastor tua yang mau mendengarkan kisah perjalanan Celso dalam mencari tempat tinggal ! Pastor tua itu prihatin dan tersentuh dengan kisah perjalanan Celso, maka ia menunjukkan sebuah biara dan sekaligus memberikan rekomendasi agar Celso dapat diterima di biara itu. Sesampainya di biara itu, Celso melihat sebuah patung Bunda Maria maka Celso berdoa disitu dan ia merasa diteguhkan kembali. Tidak berapa lama, Celso bertemu dengan superior biara tersebut danditerima dengan baik. Celso dapat menyewa kamar di biara itu dengan harga yang cukup murah. Dan untuk itu Celso sangat bersyukur kepada Tuhan. Pekerjaan sampingan tetap belum diperoleh Celso sampai akhirnya orangtuanya masih harus mengirim dana kepadanya untuk studi. Oleh sebab itu, Celso mengatakan pada dirinya bahwa ia harus irit dan menghargai dengan sungguh-sungguh pemberian dari orangtuanya.
Tahun 1936, ketika Celso menjadi sekretaris Propaganda Fide, ia diundang untuk merayakan penampakan Bunda Maria di gereja dimana dulu ia pernah ditolak. Celso bergumam dalam hati, 38 tahun yang lalu ia ditolak oleh pastor di gereja ini untuk tinggal dan sekarang ia dielu-elukan dengan meriah sebagai tamu kehormatan.
Untuk kemuliaan Tuhan
Seluruh perjuangan Celso Costantini untuk menjadi seorang imam adalah perjuangan untuk kemuliaan Tuhan. Dengan pendidikan dan latar belakang keluarga yang harmonis dan terutama seimbang dalam hal rohani dan jasmani, Celso bertumbuh dan menjadi seorang pelayan Tuhan yang hebat dan rendah hati. Semua ini dilakukan demi dan hanya untuk kemuliaan Tuhan. Pada masa tuanya, Celso menuliskan bahwa apa yang telah dilakukannya belumlah maksimal dan tidak ada yang istimewa dan berharga untuk dikenang dan dicatat. Celso merasakan bahwa masih banyak hal yang belum ia kerjakan untuk kemuliaan Tuhan. Untuk itu ia mohon agar Tuhan mengampuni kekurangannya ini. Ada banyak hal yang bisa diperbaiki tetapi tidak dilakukan olehnya. Celso Costantini sungguh-sungguh adalah seorang imam yang saleh dan terpelajar sekaligus rendah hati !
Buah yang jatuh takkan jauh dari pohonnya
Akhirnya haruslah dikatakan bahwa apa yang telah dijalani dan diperkenalkan oleh Celso Costantini kepada kita semua adalah sebuah tanda hidup dari perjuangan dan pergulatan yang hebat dari seorang pribadi yang dididik dalam sebuah keluarga yang handal ! Memang benar, buah tak akan jauh jatuhnya dari pohonnya. Celso Costantini mewarisi kesalehan dari ibunya dan kedisiplinan dari ayahnya. Ia memadukan keduanya dan menjadikannya sebagai modal untuk melayani gereja. Dengan demikian, Celso Costantini menunjukkan kepada kita pentingnya peranan orangtua dan keluarga dalam memetakan kepribadian yang matang dan dewasa dalam hidup setiap orang.
Refleksi bagi hidup panggilan kita
Refleksi sederhana yang dibuat dalam rangka pelajaran sejarah kongregasi Murid-murid Tuhan ini mengajarkan banyak hal kepada kita. Apa yang telah dan dapat kita kembangkan atau teladani dari kepribadian bapa pendiri kita Celso Cardinal Costantini ? Penulis menggariskan beberapa poin penting yakni :
a. Hidup beriman / hidup rohani yang mendalam : meditasi, hidup doa, refleksi, pasrah dan percaya pada penyelenggaraan Tuhan
b. Kedisiplinan dalam hidup : Teguh, berani, tidak gampang menyerah
c. Manegemen hidup : tahu mengisi waktu kosong, tidak bermalas-malasan, rencana kerja yang jelas, evaluasi
d. Visioner : penuh optimisme dalam memandang masa lalu, sekarang dan masa depan
e. Kerendahan hati : membangun komunitas yang sehat dan tidak mencari nama untuk diri sendiri
Bagaimanakah hidup kita sebagai Costantinian ? apakah kita sudah menerapkan kelima poin penting itu dalam seluruh hidup dan karya kita ? Baik Imam, Frater maupun Bruder CDD yang belum dan sudah berkaul kekal kiranya wajib meneladan sepak terjang Bapa Pendiri kita Celso Cardinal Costantini.
Jadilah Imam yang saleh dan terpelajar !
Dalam keheningan biara Fatima CDD
Awal Januari 2009
Salam dan doa
Fr. Alexander Ignatius Sujasan Huang CDD
Sebuah refleksi tentang Peranan keluarga
bagi pertumbuhan kepribadian Celso Cardinal Costantini
Delegatus Pertama Tahta Apostolik untuk Negri China dan Pendiri CDD
Oleh : Fr.Alexander Ignatius Sujasan CDD
Keluarga yang harmonis
Beberapa psikolog mengatakan bahwa latar belakang keluarga menentukan watak dan kepribadian dari seorang anak ! Beberapa ahli malah merumuskannya dengan menunjuk pada pengaruh langsung atau gen dan pengaruh tak langsung atau kebiasaan-kebiasaan yang diadaptasi. Terlepas dari benar tidaknya hipotesa ini, layak untuk diperhatikan bahwa banyak keberhasilan yang diraih oleh seseorang yang disebabkan oleh pengaruh dari keluarga. Demikian pula sebaliknya, banyak kegagalan yang menghampiri seseorang karena pengaruh keluarga. Dengan kata lain, keluarga mau tidak mau pasti memberikan sedikit warna bagi hidup dan perkembangan seseorang.
Ketika kita membaca dan mempelajari sejarah kehidupan Celso Costantini, hati kita tidaklah berkobar-kobar atau penuh keingintahuan (paling tidak bagi penulis sendiri). Hal ini agak berbeda dengan kisah kehidupan pendiri kongregasi yang lain. Ada banyak kisah heroic yang ditampilkan dalam cerita kehidupan para pendiri kongregasi lain, meskipun tidak semuanya bernuansa demikian. Namun paling tidak ada kesan demikian. Apakah hal ini disebabkan oleh karena belum adanya riwayat hidup Celso dalam bahasa Indonesia ? Sehingga kita tidak bisa membaca secara kuantitatif maupun kualitatif segi-segi kehidupan Celso Costantini ? Oleh sebab itu, ketika mempelajari sejarah hidup Celso Costantini, penulis harus membolak-balik dan “mengutip” disana sini untuk mendapatkan “secuil” riwayat hidupnya. Tambahan lagi, hampir semua sumber yang ada masih dalam bahasa Italia dan sebagian dalam bahasa mandarin. Namun justeru dengan situasi ini, penulis menemukan banyak hal yang bermanfaat tentang Celso Costantini. Dan salah satu yang sangat menarik perhatian penulis adalah latar belakang keluarga Celso Costantini.
Celso Costantini lahir dan bertumbuh dalam sebuah keluarga katolik yang saleh. Ibunya adalah tipe wanita sederhana dari kampung yang “hanya” tahu mengurus keluarga. Tetapi dengan kesederhanaannya, Ibunya berhasil membawa Celso dan kakaknya untuk menjadi pelayan Tuhan ! Melalui Ibunya, Celso belajar untuk memiliki sikap iman yang benar. Celso dilatih untuk memiliki sikap saleh, beriman dan percaya pada penyelenggaraan Tuhan. Setiap malam Celso bersama dengan saudara-saudaranya diajak untuk bersimbuh dihadapan Tuhan dan Bunda Maria. Mereka berdoa dan sekaligus berdoa Rosario. Inilah jejak-jejak kehidupan rohani yang baik yang ditaburkan oleh ibunda Celso. Dalam hidup sehari-hari, ibu Celso masih mengajarkan untuk menjaga kebersihan dan menghargai kehidupan para religius, maka Celso menjadi pribadi yang tahu menghargai iman dan kebersihan diri. Sementara itu, ayahnya adalah seorang arsitek bangunan yang menekankan kedisiplinan dan ketekunan dalam bekerja. Sejak kecil, Celso dilatih untuk tidak malas dalam arti harus pandai memanfaatkan waktu kosong, tekun dalam arti setia dengan tugas yang diberikan dan tidak menggerutu, sikap hormat dalam arti tahu menghargai orang yang lebih tua, sikap pasrah dalam arti tidak mencari-cari yang tidak ada dan menerima keadaan yang ada lalu berusaha untuk menghidupinya. Hal ini tercermin ketika Celso kecil tidak dapat melanjutkan sekolah, maka ia hanya belajar dengan orang tuanya dan pasrah serta belajar dengan baik sekali.
Secara ringkas kita bisa mengatakan bahwa masa-masa kecil Celso mengajarkan kepadanya banyak hal yang bermanfaat untuk pertumbuhan kepribadiaannya. Semua terutama terjadi karena peranan dan campur tangan dari keluarganya. Kelak Celso menjadi seorang imam yang memiliki iman yang mendalam, pribadi yang matang, memiliki keteguhan hati, visioner, manager yang handal dan diatas semua itu, ia sangat menekankan pentingnya untuk mengisi waktu yang kosong dengan hal-hal yang bermanfaat ! Maka ia terkenal dengan semboyan Jadilah Imam yang saleh dan terpelajar !
Benih-benih panggilan
Sebagaimana telah diuraikan di atas, Celso kecil dipengaruhi dan bertumbuh dalam sebuah keluarga yang harmonis dan terutama memiliki keseimbangan dalam hal rohani dan jasmani. Maka semua itu menjadi bekal bagi munculnya benih-benih panggilan. Benih-benih panggilan yang muncul dalam hidup Celso bukanlah suatu perjalanan panggilan yang mulus dan lancar-lancar saja. Meskipun sejak kecil, Celso Costantini sudah dilatih untuk selalu berdoa dan percaya kepada Tuhan, namun semua itu tidak serta merta membuatnya ingin menjadi imam !. Celso kecil juga akrab dan sering membantu dan menemani seorang Bruder Fransiskan untuk mencari sedekah, namun tak pernah terbersit dalam pikirannya untuk menjadi seorang biarawan ! Maka ketika Bruder yang sering ditemani oleh Celso itu bertanya apakah ia ingin menjadi imam, dengan cepat Celso kecil menjawab TIDAK !
Benih-benih panggilan baru tumbuh dan bersemi dalam hidup Celso ketika ia bertemu dan melihat teladan hidup dari salah seorang pamannya ( saudara ayahnya ) yang menjadi seorang pastor. Celso melihat dan menemukan keteladanan yang baik dan menakjubkan dari sang paman. Maka mulailah tumbuh benih-benih panggilan dalam dirinya. Semua ini bisa terjadi karena dari keluarganya sendiri, Celso memang telah mendapat bekal yang cukup dalam hidup rohani. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghormati para imam yang adalah pengejawantahan pribadi Kristus sendiri. Meskipun demikian, ketika ia mengutarakan maksudnya untuk menjadi seorang imam, ibunya malah mengatakan bahwa ia tidak cocok untuk menjadi seorang imam. Ibunya mengatakan bahwa kakak Celso lebih cocok untuk menjadi seorang imam. Apakah ibunya tidak mendukung Celso untuk menjadi seorang imam ? ataukah semua itu hanya sebuah tantangan bagi Celso ?
Ketika Celso mengutarakan maksudnya untuk menjadi imam kepada ayahnya maka jawaban dari sang ayah lebih simpatik. Ayah Celso mengatakan bahwa menjadi imam adalah sebuah keputusan besar maka perlu dipikirkan dan direnungkan dengan sungguh-sungguh. Celso Costantini yang sudah mantap menjawab bahwa ia sudah memikirkannya. Maka ayahnya menyarakankan Celso untuk mengadakan bimbingan rohani dengan pamannya yang adalah seorang imam. Untuk ini, Celso harus menemui pamannya yang berada disebuah gereja yang jauhnya 15 km dari rumah Celso. Setiap sekali dalam seminggu, Celso harus berangkat kesana. Dan disanalah ia mendapat masukan dan bimbingan serta cerita-cerita heroic tentang orang-orang kudus terutama Santo Don Bosco, pencinta kaum muda !
Tahun-tahun penuh perjuangan
Keputusan sudah dibuat ! maka selanjutnya adalah tahun-tahun perjuangan untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang imam. Celso Costantini melanjutkan hidup panggilannya dan belajar ke kota Roma yang adalah pusat imam katolik. Celso selalu yakin bahwa dengan belajar di Roma dia akan memperoleh banyak hal yang bermanfaat untuk panggilannya. Terutama Celso sangat tertarik dengan seni bangunan yang antic di kota Roma. Celso menekankan bahwa keberangkatannya ke Roma bukan untuk mencari jabatan tinggi sebagaimana lazim terjadi pada saat itu. Dengan susah payah, Celso meyakinkan orangtuanya agar ia dapat berangkat ke kota Roma untuk belajar filsafat dan teologi. Pada akhirnya, orang tuanya setuju dan berangkatlah Celso dengan persiapan dana seadanya. Dalam pikirin Celso, ia akan bekerja sambil kuliah. Ia berpikir untuk menjadi penjaga asrama di kota Roma sambil kuliah.
Antara kenyataan dan rencana kerap kali tidak sejalan ! demikianlah yang terjadi dengan Celso Costantini. Sesampainya di kota Roma, ia mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sampingan sambil kuliah. Oleh sebab itu, dana yang tersedia semakin menipis dan ia terpaksa “mengemis” ke biara-biara untuk dapat tinggal dengan harga sewa yang lebih murah. Celso menceritakan bagaimana ia ditolak oleh imam dan bruder dari berbagai biara yang ia datangi. Sampai akhirnya ia kelelahan di tepi jalan dan ia menangis. Celso meratapi nasibnya yang tragis dan ditolak oleh biara-biara. Ia berkata “malam ini begitu banyak kamar kosong di biara-biara tetapi aku harus tidur di tepi jalan”. Dalam refleksinya kemudian, Celso mengatakan bahwa hanya orang miskin yang dapat menyelami kemiskinan dan kehidupan orang miskin itu sendiri !
Akhirnya Celso bertemu dengan seorang pastor tua yang mau mendengarkan kisah perjalanan Celso dalam mencari tempat tinggal ! Pastor tua itu prihatin dan tersentuh dengan kisah perjalanan Celso, maka ia menunjukkan sebuah biara dan sekaligus memberikan rekomendasi agar Celso dapat diterima di biara itu. Sesampainya di biara itu, Celso melihat sebuah patung Bunda Maria maka Celso berdoa disitu dan ia merasa diteguhkan kembali. Tidak berapa lama, Celso bertemu dengan superior biara tersebut danditerima dengan baik. Celso dapat menyewa kamar di biara itu dengan harga yang cukup murah. Dan untuk itu Celso sangat bersyukur kepada Tuhan. Pekerjaan sampingan tetap belum diperoleh Celso sampai akhirnya orangtuanya masih harus mengirim dana kepadanya untuk studi. Oleh sebab itu, Celso mengatakan pada dirinya bahwa ia harus irit dan menghargai dengan sungguh-sungguh pemberian dari orangtuanya.
Tahun 1936, ketika Celso menjadi sekretaris Propaganda Fide, ia diundang untuk merayakan penampakan Bunda Maria di gereja dimana dulu ia pernah ditolak. Celso bergumam dalam hati, 38 tahun yang lalu ia ditolak oleh pastor di gereja ini untuk tinggal dan sekarang ia dielu-elukan dengan meriah sebagai tamu kehormatan.
Untuk kemuliaan Tuhan
Seluruh perjuangan Celso Costantini untuk menjadi seorang imam adalah perjuangan untuk kemuliaan Tuhan. Dengan pendidikan dan latar belakang keluarga yang harmonis dan terutama seimbang dalam hal rohani dan jasmani, Celso bertumbuh dan menjadi seorang pelayan Tuhan yang hebat dan rendah hati. Semua ini dilakukan demi dan hanya untuk kemuliaan Tuhan. Pada masa tuanya, Celso menuliskan bahwa apa yang telah dilakukannya belumlah maksimal dan tidak ada yang istimewa dan berharga untuk dikenang dan dicatat. Celso merasakan bahwa masih banyak hal yang belum ia kerjakan untuk kemuliaan Tuhan. Untuk itu ia mohon agar Tuhan mengampuni kekurangannya ini. Ada banyak hal yang bisa diperbaiki tetapi tidak dilakukan olehnya. Celso Costantini sungguh-sungguh adalah seorang imam yang saleh dan terpelajar sekaligus rendah hati !
Buah yang jatuh takkan jauh dari pohonnya
Akhirnya haruslah dikatakan bahwa apa yang telah dijalani dan diperkenalkan oleh Celso Costantini kepada kita semua adalah sebuah tanda hidup dari perjuangan dan pergulatan yang hebat dari seorang pribadi yang dididik dalam sebuah keluarga yang handal ! Memang benar, buah tak akan jauh jatuhnya dari pohonnya. Celso Costantini mewarisi kesalehan dari ibunya dan kedisiplinan dari ayahnya. Ia memadukan keduanya dan menjadikannya sebagai modal untuk melayani gereja. Dengan demikian, Celso Costantini menunjukkan kepada kita pentingnya peranan orangtua dan keluarga dalam memetakan kepribadian yang matang dan dewasa dalam hidup setiap orang.
Refleksi bagi hidup panggilan kita
Refleksi sederhana yang dibuat dalam rangka pelajaran sejarah kongregasi Murid-murid Tuhan ini mengajarkan banyak hal kepada kita. Apa yang telah dan dapat kita kembangkan atau teladani dari kepribadian bapa pendiri kita Celso Cardinal Costantini ? Penulis menggariskan beberapa poin penting yakni :
a. Hidup beriman / hidup rohani yang mendalam : meditasi, hidup doa, refleksi, pasrah dan percaya pada penyelenggaraan Tuhan
b. Kedisiplinan dalam hidup : Teguh, berani, tidak gampang menyerah
c. Manegemen hidup : tahu mengisi waktu kosong, tidak bermalas-malasan, rencana kerja yang jelas, evaluasi
d. Visioner : penuh optimisme dalam memandang masa lalu, sekarang dan masa depan
e. Kerendahan hati : membangun komunitas yang sehat dan tidak mencari nama untuk diri sendiri
Bagaimanakah hidup kita sebagai Costantinian ? apakah kita sudah menerapkan kelima poin penting itu dalam seluruh hidup dan karya kita ? Baik Imam, Frater maupun Bruder CDD yang belum dan sudah berkaul kekal kiranya wajib meneladan sepak terjang Bapa Pendiri kita Celso Cardinal Costantini.
Jadilah Imam yang saleh dan terpelajar !
Dalam keheningan biara Fatima CDD
Awal Januari 2009
Salam dan doa
Fr. Alexander Ignatius Sujasan Huang CDD
Subscribe to:
Posts (Atom)