Congregatio Discipulorum Domini

Para anggota Congregatio Discipulorum Domini (Kongregasi Murid-murid Tuhan) menghayati hidupnya sebagai murid dan senantiasa belajar pada Yesus Kristus, sang Guru Agung. Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus menjadi ungkapan cinta dan penyerahan diri secara total. Dari sinilah para anggota menimba kekuatan untuk karya kerasulannya sebagai murid yang diutus untuk mempersiapkan orang menyambut Kristus di dalam hidupnya (bdk. Luk 10:1-12).

02 May 2009


Para Novis CDD 2008 dan Postulat CDD 2008

Sudut ini adalah sudut refleksi novisiat yang memuat berbagai hasil refleksi yang dikerjakan oleh para novis CDD. Refleksi yang dibuat oleh para novis ini dapat berupa hasil refleksi dari pelajaran yang diperoleh maupun suatu studi mandiri yang dilakukan secara bebas. oleh sebab itu, hasil refleksi ini tidak mereprensentasikan spiritualitas CDD secara resmi. Dengan kata lain, hasil refleksi yang dituliskan disini melulu adalah suatu refleksi yang bersifat pribadi dan mandiri. silahkan Anda memberi komentar atau masukan bagi para penulis-penulis ini. Terima kasih
Untuk edisi perdana ini, kami tampilkan hasil refleksi yang dibuat oleh para frater dan Bruder CDD dalam pelajaran Sejarah Bapa Pendiri dan Kongregasi CDD

Fr. Petrus Suban Diaz, CDD

CELSO CARDINAL COSTANTINI
“Jadilah Imam yang Saleh dan Terpelajar”

Saya merasa sangat kagum dan tertarik dengan Bapa Pendiri setelah belajar dan mengetahui latar belakang hidupnya. Kendati beliau berasal dari keluarga yang sederhana, tapi Celso tetap tidak berkecil hati. Ia malahan menjadi lebih bersemangat untuk berjuang mencapai tujuan dan cita-cita yang diimpikannya. Segala kesulitan dihadapinya dengan sabar. Bahkan ketika mengalami kekurangan pun ia masih sempat menolong orang lain. Ia menyerahkan semuanya hanya kepada penyelenggaraan Tuhan. Sungguh sesuatu yang luar biasa dan mungkin tidak semua orang dapat berbuat seperti itu. Berkat ketekunan dan semangat yang luar biasanya, Celso berhasil menyelesaikan studinya di Roma. Iapun akhirnya ditahbiskan menjadi seorang imam. Berkat kepandaian yang dimilikinya, ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Akan tetapi semuanya itu tidak membuat ia menjadi bangga dan sombong. Justru ia semakin rendah hati dan tidak mau mengagung-agungkan dirinya sendiri.
Dibandingkan dengan Celso, mungkin saya sangat jauh berbeda dengan dia. Saya juga berasal dari keluarga yang sederhana, tetapi saya sering berkecil hati dan tidak mau menerima keadaan keluarga saya. Saya selalu merasa iri hati bila teman-teman yang hidupnya selalu berkecukupan. Orang tua mereka selalu memberikan dan menyanggupi apa yang mereka minta. Saya kadang-kadang mau marah kepada orang tua saya, tapi saya sadar akan kenadaan keluarga. Hal ini membuat saya menjadi minder dalam bergaul dengan teman-teman yang selalu memiliki barang-barang yang bagus. Walaupun demikian, saya tetap sayang kepada orang tua saya. Saya yakin mereka pasti menginginkan yang terbaik bagi saya. Mereka pasti berusaha membahagiakan saya.mungkin keinginannya itu belum dapat terpenuhi.
Dalam bidang pendidikan, orang-orang selalu mengatakan bahwa saya orang yang pandai dan pintar. Saya selalu mendapat prestasi yang baik setiap ujian semester. Hal ini membuat saya selalu disanjung oleh keluarga dan orang di lingkungan tempat tinggal saya. Akibat pujian ini, saya akhirnya merasa seperti orang yang hebat dan menganggap remeh semua orang. Bahkan saya juga mulai malas belajar dan memandang pendidikan dengan sebelah mata. Saya hanya belajar kalau hendak mengikuti ujian semester maupun ujian akhir. Karena itu prestasi saya ketika duduk di bangku SMA menurun dengan drastis. Seluruh keluarga saya mulai meremehkan saya dan membandingkan saya dengan adik saya. Katanya prestasi saya tidak apa-apanya dibanding prestasi gemilang adik saya. Saya menjadi marah dan berusaha menjadi lebih baik dari adik saya. Tapi semua itu saya lakukan bukan untuk menjadi lebih baik tapi supaya saya dapat dipuji oleh orang-orang dan keluarga saya. Hal itu membuat saya tidak lagi berpikir tentang cita-cita dan tujuan saya. Sehingga ketika saya sudah menyelesaikan pendidikan di SMA, saya tidak tidak tahu mau melanjutkan ke mana dan mau jadi apa. Saya akhirnya tidak dapat melanjutkan sekolah selama setahun. Saya merefleksikan kembali cita-cita saya yang dulu. Setelah direfleksikan selama setahun, saya pun menyampaikan kepada Ibu saya bahwa saya mau menjadi imam. Ternyata ia merestui keinginan saya ini. Saya pun langsung melamar di Kongregasi Murid-murid Tuhan. Syukurlah saya diterima untuk menjalani panggilan saya sampai saat ini.
Satu hal yang membuat saya merasa kagum dengan Celso adalah kepandaiannya dalam mengatur waktu dan tugas-tugasnya. Dalam hal ini, saya sama sekali berbeda jauh dengan dia. Saya belum mampu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Kadang-kadang, saya membiarkan waktu berlalu tanpa ada sesuatu yang dikerjakan. Semuanya berlalu dengan hal-hal yang tidak berguna. Saya pun menjadi orang yang malas dan bekerja sesuka hati saya. Saya selalu berusaha dan memiliki rencana untuk merubah sifat itu, tapi kadang saya belum mampu menaklukkan kemauan yang ada di dalam diri saya. Akhirnya semua itu hanya tinggal rencana yang tidak pernah terlaksanakan.
Setelah mengenal kehidupan Bapa Pendiri, saya mulai bersemangat untuk menghilangkan segala sifat kemalasan yang ada dalam diri saya. Saya berangan-angan untuk mampu menjadi seperti Celso yang memiliki semangat dan kemauan keras, pandai mengatur semuanya, dan juga rendah hati. Saya sadar bahwa hal itu tidaklah mudah. Namun saya sangat yakin dengan bantuan Tuhan dan kemauan keras dari saya sendiri, pasti semua itu akan berhasil. Sekarang saya mulai mencoba berubah sedikit demi sedikit. Walaupun tertatih-tatih tapi saya yakin mampu berjalan maju.

“Terimalah segala kesulitan dengan sabar,
maka engkau akan menerima tanggung jawab yang besar”
Celso Costantini