Perayaan 75 tahun CDD sudah hampir berakhir. Sampai saat ini, semua berjalan biasa2 saja. Kalau melihat bagaimana saudara-saudara kita yang lain merayakan 75 tahun CDD di Taiwan dan Malaysia, rasanya kita perlu belajar banyak. Melihat brosur yang mereka buat, whew …, sangat menarik. Untuk itulah saya pikir bila memungkinkan ada baiknya anggota CDD Indonesia pergi untuk melihat bagaimana mereka mengadakan acaranya.
Satu kelebihan yang saya kira mereka miliki adalah berkarya di paroki. Dengan berkarya di paroki, para anggota kongregasi mengenal banyak umat dan dikenal. Dengan sendirinya umat akan mengenal kongregasinya. Di situlah kekuatannya. Suatu Kongregasi kalau hanya sibuk bekerja untuk dirinya sendiri (opera propria) maka dia akan jauh dari umat. Kongregasi harus senantiasa berkarya untuk Gereja (opera ecclesia), karena Kongregasi ini ada untuk Gereja.
Benarlah kata Uskup Agung Jakarta, Julius Kardinal Riyadi Darmaatmadja, sewaktu berbicara tentang perayaan 200 tahun Gereja di Jakarta dan 75 tahun berdirinya CDD. Kedua perayaan ini hendaknya bisa disatukan, karena keberadaan CDD di KAJ adalah untuk melayani umat KAJ. Maka CDD baru mempunyai arti bila berkarya di dalam dan untuk Gereja.
Ini mengingatkan saya akan tulisan Celso Costantini dalam Induite Vos Armaturam Dei (IVAD) yang selalu menekankan eksistensi CDD untuk mewartakan Injil melalui kebudayaan. Jadi eksistensi CDD ada bersama dengan Gereja, seperti dikatakan dalam Bab XXII “Se vi sara’ affidata una missione” (Apabila suatu misi dipercayakan kepada kalian). Disinggung di sini kemungkinan bila Kongregasi Pewartaan Iman memberikan kehormatan untuk tugas misi kepada CDD.
Kembali lagi kita melihat, selama ini karena CDD Indonesia “terjebak” dalam karya propria, hanya berkarya di sekolah, maka para anggota CDD tidak lagi bisa melihat kemungkinan misi. Barangkali istilah “terjebak” terlalu keras. Namun saya tidak menemukan istilah lain lagi yang lebih tepat untuk itu. Seluruh tenaga CDD akhirnya diarahkan pada karya pendidikan (sekolah), yang memang sebenarnya masih merupakan salah satu karya khas CDD. Namun bila melihat setelah sekian tahun CDD Indonesia berkarya, dan perkembangan kongregasi masih seperti ini, bisa kita katakan antara harapan dan hasil belum berjalan seimbang. Karya-karya pendidikan CDD Indonesia memang sungguh diakui oleh banyak orang, terutama para alumni. Namun bila metodenya yang selama ini masih dipertahankan, maka yayasan pendidikan lain akan menggilasnya.
Di Malaysia, pendidikan yang dikelola oleh CDD boleh dikatakan menghadapi kendala besar dari pemerintah. Sebagai kelanjutannya, mereka kemudian memusatkan perhatian pada karya pastoral umat. Ada yang di paroki St. Ignatius Petaling Jaya, di paroki Hati Kudus Bentong, di paroki di Malaka, dan di Santuario St. Maria di Pulau Penang. Selain itu ada beberapa yang melayani karya kategorial. Semuanya itu secara langsung berhubungan dengan cura animarum. Inilah yang membuat mereka dikenal dan hidup. Sehingga mereka dengan merayakan 75 tahun CDD, sekaligus juga merayakan 50 tahun kehadirannya berpastoral di Malaysia.
Proficiat CDD Malaysia.
Congregatio Discipulorum Domini
Para anggota Congregatio Discipulorum Domini (Kongregasi Murid-murid Tuhan) menghayati hidupnya sebagai murid dan senantiasa belajar pada Yesus Kristus, sang Guru Agung. Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus menjadi ungkapan cinta dan penyerahan diri secara total. Dari sinilah para anggota menimba kekuatan untuk karya kerasulannya sebagai murid yang diutus untuk mempersiapkan orang menyambut Kristus di dalam hidupnya (bdk. Luk 10:1-12).