Santo Yohanes dari Triora
Peringatan: 7 Februari
Santo Yohanes Fransiskus Maria Lantrua dari Triora merupakan buah kasih dari Antonio Maria Lantrua dan Maria Pasqua Ferraironi. Dia lahir di Molini di Triora pada tanggal 15 marzo 1760. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Triora, Yohanes masuk ke sekolah yang dikelola oleh para Barnabas (imam dari tarekat St. Paulus) di Porto Maurizio (Imperia). Di sinilah dia tertarik dengan hidup rohani dan ingin menjadi imam. Umat daerah ini mempunyai kenangan yang dalam akan Santo Leonardo (1676-1751). Dia adalah pengkotbah dan pewarta yang tiada kenal lelah kepada penduduk pada masa-masa devosi Jalan Salib tersebar di sana. Karena itu tidaklah sulit memahami bahwa pertemuan Francesco Maria dengan kenangan akan St. Leonardo menjadi benih pertama panggilannya dan idealismnya menjadi seorang misionaris. Namun kedua orangtuanya tidak setuju. Dengan susah payah setelah mendapatkan persetujuan mereka, pada tahun 1777 dalam usia 17 tahun Yohanes berangkat ke Roma karena diterima oleh Luigi da Porto Maurizio, provinsial Fransiskan. Di Roma dia mengenakan pakaian biara pada tanggal 9 Marte, dan mengubah nama baptisnya dari Fransiskus Maria menjadi Yohanes. Selanjutnya dia belajar filsafat dan teologi, dan ditahbiskan pada usia 24 tahun. Setelah itu dia mendapat tugas sebagai guru yang mengajar filsafat di Tivoli, kemudian mengajar Teologi di Tarquinia, dan terakhir menjadi pimpinan di biara di Tarquinia, Velletri dan Montecelio. Namun
Misi ke China
Kerinduan untuk misi ke daerah yang jauh untuk mewartakan Injil Yesus Kristus tidak pernah hilling dari P. Yohanes. Karena pada tahun 1798 dia mendapat tugas menjadi misionari ke negara yang jauh di Timur, ke China. Pada tahun 1799 Yohanes meninggalkan kota Roma, tiba di Lisboa untuk berangkat ke China. Perjalanan melalui laut memang tidak mudah. Dua kali kapal mereka hampir tenggelam, sementara di laut dekat pulau jawa, mereka dirompak. Seorang kapten kapal berkebangsaan Swedia, walaupun beragama protestan, menawarkan diri mengantarkannya sampai ke Makau. Sementara itu, seorang Belanda yang bekerja di VOC menyambutnya tinggal di rumahnya selama satu bulan sebelum berangkat, dan memberikan sumbangan yang cukup untuk perjalanan ini.
Enam bulan kemudian Yohanes tiba di Makau. Di sana dia belajar bahasa China dan mulai menyesuaikan diri dengan kultur Timur. Dia berpakaian seperti penduduk sekitar, berbicara dengan bahasa yang mereka mereka mengerti. Dengan bekal seperti itu dia siap menjelajah seluruh China untuk mewartakan Injil. Selama satu tahun P. Yohanes menantikan kesempatan untuk bertemu dengan Kaisar. Sewaktu kesempatan itu tiba, Mons. Gioacchino Salvetti, Vicarius Apostolik di Makau, menugaskannya ke provinsi Hunan untuk berkarya selama dua tahun setengah meneguhkan iman umat. Di sana P. Yohanes meneguhkan iman mereka dengan tema Sengsara Tuhan, dan menyebarkan devosi Jalan Salib.
Sejumlah baptisan baru bermunculan di tempat P. Yohanes berkarya, meskipun ada larangan pewartaan iman ini. Larangan ini muncul karena kesalahpahaman tentang ritus China yang disebabkan oleh perdebatan teologis antara Yesuit dan Dominikan. Karena itu P. Yohanes menjalankan pewartaan secara tidak langsung.
Sewaktu bermisi ke Hunan, Vicarius Apostoli mengutusnya ke daerah Hanzhong pada tahun 1804, di provinsi Shenxi, di mana terdapat enam ribu umat kristiani. Di sana dia begitu bersemangat mewartakan Kristus. Pada tahun 1811 kaum Mandarin mulai menerapkan sungguh-sungguh peraturan yang dibuat oeh Kaisar Kangxi untuk mengendalikan para misionaris, karena mencurigai para misionaris dan umat beriman mendukung sekelompok pemberontak. Penyiksaan dilakukan untuk menghapuskan sama sekali umat kristiani di daerah itu dan mengusir semua misionaris keluar dari wilayah kekaisaran.
Agar tidak membahayakan umat di Shenxi, Yohanes pergi ke daerah Hubei, sambil menantikan perintah lebih lanjut dari Mgr. Salvetti. Juga di sana dia berupaya keras memenangkan jiwa bagi Kristus. Hampir semua umat di Huopan berubah murtad karena takut terhadap ancaman pemerintah. Begitu mengetahui hal ini, Yohanes merasa sangat sedih dan memutuskan untuk pergi ke sana membawa mereka kembali kepada iman, meskipun teman-teman Yohanes memintanya untuk membatalkan niatnya. Sesampainya di tempat, Yohanes berhasil mengembalikan umat ke dalam pangkuan Gereja. Dengan dibantu oleh para katekis lokal dan keluarga-keluarga kristiani yang imannya sangat teguh, usaha evangelisasinya memperoleh hasil yang luar biasa. Dia menyemangati umat kristiani yang berada dallam krisis, dan menjadikannya baru.
Pada tahun 1815 sekali lagi dikeluarkan aturan yang menentang umat kristiani, namun tidak semua daerah mentaati aturan itu. Hunan pada masa itu ternyata sudah dikuasi kaum pemberontak, malahan membiarkan dan membebaskan umat kristiani. Namun musuh-musuh Gereja yang memang tidak suka dengan Yohanes menuduhnya mewartakan agama yang dilarang, dan karena itu Yohanes bersembunyi di rumah pimpinan pemberontak. Yohanes yang mengetahui fitnah keji itu sebenarnya bisa menyelamatkan dirinya, namun sebagai seorang gembala yang baik, dia memilih tetap bersama domba-dombanya, apalagi di tempat itu tidak ada iman yang lain.
Kemartiran
Tanggal 26 Juli 1815 setelah merayakan Misa pada suatu malam, P. Yohanes bertanya kepada umat kristiani yang berkumpul apakah mereka takut akan siksaan para penangkapnya. Untuk dirinya sendiri, dia tidak takut apa pun bila ditangkap. Umat beriman yang mendengar kotbah misionaris ini dikuatkan, dan mereka berkata: “Bila Pater tidak takut, kami pun tidak takut.” Setelah itu dia memberkati mereka, dan menyuruh mereka kembali ke rumah mereka, sementara dia melewati malam itu sendirian dalam doa. Menjelang fajar pagi para serdadu sudah tiba, masuk ke tempat tinggalnya, memporakporandakan pastoran, dan membakar gereja, lalu membawa pergi P. Yohanes. Dia diminta menyangkal imannya, namun Yohanes menolak: “Sekalipun aku harus mati, aku tidak akan pernah menyangkal imanku.”
Setelah masa tenang ke dua dialami dalam karya misi, tiba kembali masa yang menakutkan, yang berakhir pada kemartiran P. Yohanes. Penderitaan semacam ini bagaikan penderitaan di Kalvari, dan berkali-kali P. Yohanes tidak mau menyangkal imannya bersama beberapa umat kristiani lainnya. Tanggal 7 Februari 1816 frate Yohanes dari Triora digiring ke panggung hukuman.
Sesampainya di tempat hukuman, P. Yohanes dihadapkan kepada orang banyak. Dia meminta diijinkan berdoa sekali lagi. Dan dia membuat tanda salib, dan di depan pandangan rakyat, dia bersujud sampai dahinya menyentuh tanah lima kali sebagaimana kebiasaan orang Katolik China memberi hormat. Sewaktu memberi hormat ini dia menunjukkan imannya, yang melambangkan syukur kepada Allah Tritunggal atas penciptaan, penebusan, karunia rahmat, rahmat dari sakramen dan rahmat khusus yang diterimanya.
Kemudian dia menutup penghormatannya ini dengan berkata kepada para algojo: “Lakukanlah apa yang harus kalian lakukan.” Segera rantai yang membelenggu dia dilelpaskan, dan digiring ke salib yang sudah disiapkan, diikat di sana, dan seutuas tambang dilingkarkan ke lehernya. Dengan satu suitan kepada kuda, algojo bergerak mundur, dan tali tertarik. Setelah itu, tali itu direnggangkan, dan tubuh P. Yohanes menjadi lemas tergeletak di tanah.
Beberapa waktu sesudahnya, jenazah Yohanes dibawa ke katedral di Makau, dan dari sana diteruskan ke Roma, ke basilica Santa Maria Aracoeli. Tanggal 27 Mei 1900 Paus Leo XIII memberikan gelar Beato kepadanya, dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2000 memberinya gelar Santo.