Fr. Laurentius Fol Piluit CDD
Pada tanggal 14 Juli para frater skolastikat CDD melaksanakan retret akhir tahun yang didampingi oleh Rm Willy Malim Batuah, CDD di Tegaljaya Bali. Tema retret pada tahun ini adalah “Passion for Christ and (Com)passion for humanity.” Tema ini sebenarnya diambil dari pertemuan untuk para religius lembaga hidup bakti seluruh dunia yang diadakan di Vatikan pada tahun 2004.
Sebagai seorang religius Rm Willy ingin menyegarkan dan mengingatkan para frater akan makna panggilan sebagai seorang religius. Pertama-tama Rm Willy mengajak para frater untuk mencari makna “passion”. Passion yang secara sederhana diterjemahkan sebagai penderitaan kini memiliki keluasan makna. Passion diartikan penderitaan yang berdaya tahan akibat cinta kepada Allah. Dengan kata lain, saya berani menderita sebab saya mencintai Kristus. Rm Willy memberikan tahapan tahapan di dalam mencintai Allah yakni:
1. Saya mau menderita sebab saya menginginkan sesuatu.
2. Saya mau menderita sebab Kristus telah menderita demi saya (Menggandengkan penderitaan kita dengan penderitaan Kristus). Banyak manusia yang biasanya masih sampai pada tahap ini.
3. Saya mau menderita sebab saya mencintai Kristus (Passion for Christ)
Nah berikutnya bagaimana hubungan Passion for Christ dan (Com)passion for humanity? Manakah yang harus dilakukan lebih dahulu? Seorang religius pertama tama harus mencintai Allah dulu. Tanpa cinta kepada Allah seorang religius di dalam menjalankan kehidupannya tidak akan berarti apa-apa. Cinta kepada Allah harus terwujud dalam perbuatan kepada sesamanya. Tidak bisa perbuatan kepada sesamanya baru kemudian mencintai Allah sebab dengan demikian perbuatan kepada sesama dapat digunakan untuk mencari popularitas pribadi. Seorang religius harus mencintai Allah terlebih dahulu maka segala perbuatan baik yang dilakukan kepada
manusia pasti berasal dari Allah.
Rm Willy mengajak para frater untuk mendalami teks kitab suci dari Injil Yohanes 4: 1-42 yakni percakapan dengan perempuan Samaria. Di dalam teks ini Rm Willy melihat bagaimana kehausan Allah yang diwakili Yesus bertemu dengan kehausan manusia yang diwakili oleh perempuan Samaria tentang air hidup. Yesus dan wanita tersebut digambarkan berani mengambil resiko untuk bertemu. Allah memulai percakapan-Nya “Aku haus” kemudian manusia menanggapi kehausan Allah. Kehausan Allah bertemu dengan kehausan manusia. Disinilah wanita itu mendapatkan kelegaan dari sumber air hidup yang sejati yakni Yesus Kristus sendiri.
Beberapa kata bijak yang saya petik:
1. Tidak ada yang namanya kasih yang mengalir dari orang miskin kepada orang kaya. Kasih itu berasal dari orang yang kaya kepada orang miskin. Misalkan: seorang miskin tidak mungkin memberikan sesuatu kepada orang kaya sebab ia sendiri kekurangan kalaupun ada pasti karena terpaksa. Seorang kaya dapat memberikan suatu kasih kepada orang miskin dengan dilatih terus menerus. Dari sini saya juga merenungkan tentang persembahan janda miskin dalam kitab suci. Janda miskin itu sebenarnya sangat kaya di dalam hal rohani. Ia mau memberikan dari kekurangannya. Secara materi memang miskin namun secara rohani cintanya kepada Allah sangat kaya raya sehingga ia mampu untuk membagikannya.
2. Seorang religius haruslah senantiasa memiliki kehausan yang mendalam terhadap Allah, dan kehausan ini ditimba di dalam merayakan misa setiap hari, doa-doa, devosi, dsb.