Dikutip dari http://wartajohnberd.wordpress.com/2011/05/01/beatifikasi-paus-yohanes-paulus-ii/
Tepat di hari raya Kerahiman Ilahi, pada hari Minggu kedua setelah Paskah, 1 Mei 2011, almarhum Yohanes Paulus II yang mempunyai nama asli Karol Józef Wojtyła akan mendapatkan pengakuan umat Katolik, sebagai “Beato”. Proses beatifikasi diiringi misa di pelataran Basilika Santo Petrus, Vatican, yang dipimpin Bapa Suci Benediktus XVI-pemimpin tertinggi umat Katolik. Pengakuan sebagai “Beato”, ini adalah akhir dari pergulatan gereja Katolik, yang tiada ada hentinya mengulik segudang dokumen, mendengarkan banyak kesaksian, mencermati jejak rekam 27 tahun masa kepausan, dan menyelisik perjalanan hidup Yohanes Paulus II. Semasa menjadi Paus (1978 – 2005) saja, tak sedikit cerita yang dihadirkan seorang Yohanes Paulus II yang berasal dari Polandia itu.
Sebagai tokoh universal, ia kerap menyuarakan perdamaian. Bahkan, ia pun tak ragu untuk mengecam invasi militer Amerika Serikat dengan sekutunya ke Irak, tahun 2003, demi suatu kedamaian hidup. Sementara sebagai penggeliat gereja Katolik di abad 20, Yohanes Paulus II adalah Paus yang tak mau terkungkung dengan norma Kanonik. Sehingga ketika Bunda Teresa di Kalkuta -kemudian menjadi ibunda bagi kaum papa di banyak daerah- meninggal dunia pada tahun 1997, Yohanes Paulus II lah yang mendorong gereja Katolik untuk memberikan pengakuan “Beata” pada Bunda Teresa pada tahun 2003.
Tapi, perang Irak dan beatifikasi Bunda Teresa hanyalah sepenggal dari cerita panjang sejarah hidup seorang Yohanes Paulus II, yang meninggal pada 2 April 2005, di saat usinya memasuki 85 tahun. Yohanes Paulus II sangat dihormati, karena kesederhanaannya dan ketulusan kasih yang ditunjukkannya, sehingga melalui dia, orang dapat mengalami kasih Kristus.
Yohanes Paulus II adalah seorang pendoa dan mystic, sehingga Kristus dapat bertindak melalui dia dan menyatakan kasih-Nya. Yohanes Paulus II sangat menghormati setiap orang dan menuntut agar hak dasar terhadap kemerdekaan suara hati dihormati, demikian juga hak untuk hidup, mulai dari saat konsepsi sampai kematian yang wajar. Paus tidak pernah berbicara buruk tentang orang lain dan memperlakukan orang lain dengan kebencian. Pada saat yang sama, ia mewartakan Kebenaran Wahyu tanpa takut….dengan keberanian besar, ia mewartakan kebenaran- kebenaran Iman, walau itu tidak nyaman/populer di telinga para pendengarnya. Ia berjalan menerjang arus, tanpa kompromi, dan tanpa menjadikan kebenaran-kebenaran Tuhan sebagai sesuatu yang relatif.
Proses beatifikasi harus melihat cerita utuh tentang Yohanes Paulus II, yang justru dibuktikan setelah dirinya tiada. Tak hanya itu. Dalam proses beatifikasi, Yohanes Paulus II pun harus terbukti berupa mukjizat sebagai orang yang dianggap kudus, sudah berada di surga dan dapat mendoakan orang lain. Bukti mukjizat itu adalah:
1. Pada tahun 2000, Kardinal Marchisano -pembantu Paus Yohanes Paulus II, sekaligus rektor Basilika St. Petrus- mengalami kesalahan operasi arteri pada lehernya, sehingga pita suara kanannya menjadi rusak, yang mengakibatkannya sulit berbicara, suaranya tidak terdengar dan bahkan tak dapat dimengerti. Saat Paus Yohanes Paulus II berkunjung, meletakkan tangannya pada tenggorokan Kardinal Marchisano, lalu berdoa dan berkata, “Jangan takut, lihatlah, Tuhan akan memberikan suaramu itu kembali kepadamu”, seketika itu juga Kardinal Marchisano sembuh total.
2. Di Toronto, Kanada, pada tahun 1982, lahirlah Victoria Szechinskis dengan tumor mematikan di dadanya. Kemudian, pada tahun 1985, Danuta –ibunda Victoria, membawa Victoria untuk menemui Paus Yohanes Paulus II, di Roma, agar didoakan. Bapa Paus sempat menggendong Victoria, sambil berkata kepada ibunya, “Berdoalah dan percayalah kepada Tuhan. Jika Tuhan memutuskan agar Victoria harus kembali kepada-Nya, Ia akan mengambil Victoria bagi-Nya. Jika Ia menghendaki Victoria untuk tetap bersamamu, itu yang akan terjadi. Perlakukanlah Victoria sama seperti engkau memperlakukan anak-anakmu yang lain. Itulah yang dikehendaki Tuhan.” Sekembalinya ke Kanada, Victoria merasakan sakit yang sangat, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Karena memperkirakan akan meninggal, keluarga akhirnya membawa Victoria pulang ke rumah. Sampai di rumah, mukjizat pun terjadi. Kondisi Victoria justru membaik. Dan hasil sejumlah test menunjukkan, bahwa tumor di tubuh Victoria lenyap. Sampai melewati umur 20 tahun, ternyata Victoria tumbuh normal, sehat, senang berolah-raga dan mendaki gunung.
3. Pada Oktober 1984, di Puerto Rico, Paus Yohanes Paulus II meletakkan tangannya di atas kepala seorang anak perempuan yang buta. Sekembalinya ke rumah, anak itu dapat melihat.
4. Pada 14 Maret 1979, saat audiensi umum di Liverpool, Inggris, Paus Yohanes Paulus II mencium Kay Kelly, seorang penderita kanker. Beberapa bulan kemudian kanker dari tubuh Kay, hilang.
5. Pada November 1980, terjadi gempa di Italia yang membuat Emilio Cocconi, 16 tahun, terkubur hidup-hidup. Walau selamat, kaki kiri Emilio tidak dapat berfungsi. Paus pun mengunjungi daerah itu dan menghibur para korban, termasuk Emilio. Empat tahun kemudian, saat audiensi di Roma, Emilio kembali bertemu Paus. Ketika itu, Paus memberkatinya, dan berkata, “Tuhan yang Mahabaik akan menolongmu.” Ternyata, 4 minggu kemudian, anak muda itu sembuh.
6. Pada tahun 1981, saat mengunjungi Manila, Filipina, Paus berdoa dan meletakkan tangannya di seorang biarawati, Madre Vangie, 51 tahun yang tubuhnya cacat dan harus bergantung kepada kursi roda. Beberapa menit kemudian, suster itu dapat berdiri tegak, sembuh sepenuhnya, dan meninggalkan kursi rodanya.
7. Pada Januari 1980, di Castel Gondolfo, Paus bertemu dengan Stefani Mosca, seorang anak perempuan berumur 10 tahun yang cacat tubuh. Paus menghibur dan menciumnya. Beberapa waktu kemudian ia sembuh.
8. Pada tahun 1990, Paus Yohanes Paulus II memberkati dan mencium Helano Mireles, seorang bocah Meksiko berusia 4 tahun, yang menderita leukemia. Penyakitnya hilang seketika setelah Paus memberkatinya. Hal ini disaksikan oleh Kardinal Javier Lozano Berragan, yang kemudian memberikan kesaksian atas mujizat kesembuhan ini.
Walau demikian, semarak beatifikasi Yohanes Paulus II tak menyurutkan gereja Katolik untuk tetap menjaga kesederhanaan, sekaligus kesucian sosok Yohanes Paulus II. Saat beatifkasi, peti mati Yohanes Paulus II hanya dipindahkan ke bawah gua Basilika Santo Petrus, tanpa harus dibuka. Artinya, tidak akan ada proses exhumasi (penggalian). Jenasah Yohanes Paulus II pun “tidak akan ditampakkan, dan akan di selungkup di dalam makam yang ditutup oleh batu marmer sederhana dengan tulisan: Beatus Ioannes Paulus II”.
(Sumber: culturadivita.info/blog, berbagai sumber, http://www.vatican.va/phome_en.htm, http://katolisitas.org/2011/03/01/beatifikasi-paus-yohanes-paulus-ii, http://www.pondokrenungan.com, Sala Stampa Vaticana, VIS, Il Giornale edisi 14 Januari 2011)