Sudut ini adalah sudut refleksi novisiat yang memuat berbagai hasil refleksi yang dikerjakan oleh para novis CDD. Refleksi yang dibuat oleh para novis ini dapat berupa hasil refleksi dari pelajaran yang diperoleh maupun suatu studi mandiri yang dilakukan secara bebas. oleh sebab itu, hasil refleksi ini tidak mereprensentasikan spiritualitas CDD secara resmi. Dengan kata lain, hasil refleksi yang dituliskan disini melulu adalah suatu refleksi yang bersifat pribadi dan mandiri. silahkan Anda memberi komentar atau masukan bagi para penulis-penulis ini. Terima kasih
Untuk edisi perdana ini, kami tampilkan hasil refleksi yang dibuat oleh para frater dan Bruder CDD dalam pelajaran Sejarah Bapa Pendiri dan Kongregasi CDD
Aku Hidup di Dalam Celso Costantini
Fr.Andreas Setiadi CDD
“Tidak ada satu pun di dunia ini yang dapat menggantikan ketekunan dan keteguhan hati. Itulah kunci sukses” (Calvin Coolidge). Kata-kata ini telah dibuktikan oleh Celso Costantini sendiri. Jika saya membaca ataupun mendengar tentang Celso Costantini, salah satu hal yang sangat menarik dan menonjal dari sosok Celso Costantini bagi saya adalah ketekunan dan keteguhan hatinya. Semanganya untuk berjuang, telah membuahkan hasil yang luar biasa di dalam hidupnya. Saya melihat di dalam perjalanan hidupnya, bukannnya tanpa hambatan. Seperti halnya kehidupan normal setiap manusia, tentu tidak terbebas dari yang namanya “hambatan dan cobaan”. Namun, yang membedakan kehidupan Celso Costantini dengan orang lain adalah semangatnya, fighting spirit, yang dimilikinya, sehingga seluruh hambatan dan cobaan itu sungguh dapat menjadi “teman” dan juga sekaligus menjadi “guru” yang mengajarinya untuk menjadi dewasa di dalam hidup, mengajari bagaimana caranya untuk menjadi “pemenang” di dalam hidup.
Semuanya itu ditambah dengan imannnya yang sungguh besar kepada Tuhan, sehingga semangat juangnya itu menjadi semakin mengagumkan bagi saya. Di dalam kesulitannya, ia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri. Namun melalui doa, ia mencoba membuka diri bagi rahmat kemurahan Tuhan, dan dengan penuh iman menyerahkan seluruh kesulitannya kepada Tuhan. Dengan berdoa, ia merasa memperoleh kekuatan yang dapat meneguhkan dirinya. Dengan begitu, ia dapat membuang semua keraguan hatinya, terus melangkah menerobos seluruh hambatan-hambatan, dan ia sungguh menjadi pemenang atas hidupnya sendiri.
Jika saya mencoba melihat pada diri saya sendiri, sering kali saya menyerah, mengaku kalah kepada hambatan-hambatan dan cobaan-cobaan yang ada. Bukannya tanpa semangat juang saya menghadapinya, tetapi karena tidak adanya kesabaran dan ketekunan dari dalam diri, maka semangat itu menjadi luntur, apalagi jika menghadapi hambatan-hambatan yang semakin terjal. Namun, dengan melihat pada pribadi Celso Costantini, sungguh dapat menjadi motivasi tersendiri bagi saya. Semangat juangnya sungguh dapat memompa diri saya untuk lebih keras lagi berjuang, terutama di dalam hidup panggilan saya, demi menjadi seorang Costantinian sejati. Bagaimanapun, harus diakui bahwa tidak ada yang instan dalam hidup ini. Segala sesuatu ada prosesnya, dan di dalam proses itulah muncul segala suka-duka hidup yang dapat mengajari seseorang untuk menjadi dewasa di dalam hidup. Seseorang tidak harus menjadi sempurna untuk mencapai cita-cita dan harapan hidupnya. Bagi saya, apa yang perlu untuk mencapai cita-cita dan harapan hidup adalah menetapkan hati dengan penuh ketekunan dan keteguhan hati, dan disertai dengan doa yang tak kunjung putus, serta percaya bahwa Tuhan akan menyempurnakan diriku dengan curahan rahmat kasin-Nya, karena “yang percaya kepada-Nya, tidak akan dikecewakan” (Sir 15:4).
Cobaan dan hambatan seharusnya bukan merupakan hal-hal yang “wajib” dihindari, namun merupakan hal-hal yang wajib dilalui, yang dihadapi demi mencapai pendewasaan hidup, sehingga dapat memungkinkan seseorang lebih maju di dalam panggilan hidup mereka masing-masing. Sebab, Tuhan sendiri bersabda: “Anakku, jikalau engkau bersikap untuk mengabdi kepada Tuhan, persiapkanlah dirimu untuk menghadapi percobaan. Hendaklah hatimu tabah dan teguh. Berpautlah kepada Tuhan” (Sir 2:1-2). Sungguh jelas dijabarkan melalui sabda-Nya, bahwa percobaan itu pasti akan ada. Hanya dengan ketekunan di dalam kesabaran dan keteguhan hati, serta berpaut kepada-Nya melalui doa, maka segala percobaan di dalam hidup dapat dilalui.
Sekilas hal-hal itiu nampaknya mudah, begitu sederhana. Namun saya sadar bahwa kenyataan berbanding terbalik dengan perkiraanku, segalanya tudak semudah dan sesederhana perkiraanku. Tetapi bukan berarti saya tidak mungkin untuk melampauinya. Apa yang kini saya perlukan adalah menghidupkan di dalam diri saya, semangat ketekunan dan keteguhan hati dari Celso Costantini, dan ditambah dengan doa penuh pengharapan kepada-Nya, maka niscaya segala hal baik akan menjadi nyata di dalam hidup. Di dalam Kitab Suci sendiri tertulis bahwa:”Bapamu akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Mat 7:11). Maka dengan penuh pengharapan, kini saya meminta kepada-Mu , ya Bapa!
Tentu masih banyak nilai-nilai keutamaan yang dapat ditemukan dalam diri Celso Costantini. Tapi bagi saya, ketiga keutamaan inilah (ketekunan, keteguhan hati, dan iman kepada Tuhan) merupakan yang terpenting di dalam hidup untuk mencapai keberhasilan. Tentu saya tidak tertutup terhadap pandangan-pandangan yang berbeda dari saya, karena dengan menerima pandangan yang berbeda dari orang lain, saya dapat semakin kaya di dalam pengenalan saya akan Celso Costantini. Bagaimanapun baru sekitar 6 bulan saya mengenal Celso Costantini. Saya tidak berani dan tidak bisa menyatakan bahwa saya sungguh mengenalnya. Seperti halnya perkenalan para murid pertama dengan Yesus (Yoh 1:35-51). Para murid pertama itu tidak langsung begitu saja memutuskan untuk pergi mengikuti Yesus menjadi murid-Nya. Tapi melalui proses-proses dan tahapan, maka mereka dengan mantap dapat memutuskan untuk mau mengikuti-Nya, menjadi murid-Nya, bahkan mewartakan-Nya kepada orang lain. Proses yang maksud di sini adlah bagaimana mereka (murid pertama) melihat-mengikuti-tinggal (hingga mereka memperoleh jawaban atas apa yang mereka cari) dan kemudian timbul keinginan untuk mengikuti-Nya, menjadi murid-Nya. Saya melihat bagaimana pertama-tama melalui pewartaan Yohanes Pembaptis, mereka “melihat” Yesus, setelah melihat, mereka memutuskan mencoba mengikuti-Nya karena timbul suatu ketertarikan (Yoh 1:36-37). Dan di dalam “mengikuti” itu, melalui ajakan Yesus mereka mencoba untuk tinggal bersam-Nya (Yoh 1:39). Di dalam proses “tinggal bersama-Nya” inilah para murid sungguh mengenal siapa itu Yesus, sehingga mereka memutuskan mengikuti-Nya sebagai murid, dan juga mewartakan-Nya kepada orang lain (Yoh 1:41). Sama seperti para murid, melalui suatu proses, saya pun demikian. Kini saya pun mengalami proses yang bisa saya katakan nyaris serupa dengan para murid dalam pengenalan saya dengan Celso Costantini. Melalui pewartaan dari orang lain, dalam hal ini para anggota CDD yang pernah saya temui (baik secara lisan maupun tulisan), timbul ketertarikakn dari dalam diri saya untuk “melhat” serta “mengikuti” Celso Costantini, dan akhirnya kini saya “tinggal” bersamanya di rumah Novisiat ini. Bagi saya, 6 bulan bukanlah waktu yang panjang untuk mengenal seseorang, apalagi jika saya hanya dapat mengenalnya melalui buku-buku maupun pengajaran serta pewartaan dari orang lain. Jujur saya bakui bahwa hingga kini saya belum dapat mengenal Celso Costantini secara mendalam. Kini saya masih berada di dalam proses “tinggal” bersamanya, mencoba untuk lebih baik mengenalnya, sehingga lewat pengenalan yang mendalam, semoga saya dapat menjadi seorang Costantinian sejati dan dapat memperkenalkan keutamaan-kekutamaannya kepada orang lain.
Fr. Andreas Setiadi Irwan, CDD