WASHINGTON (CNS) – Pemenang hadiah pertama Festival Film Cannes “Of Gods and Men,” ditayangkan di Amerika Serikat mempunyai seorang “penasihat monastic” di lokasi shooting untuk menolong menggambarkan dengan tepat kehidupan para rahib Perancis yang menjadi pusat cerita.
Henry Quinson yang pernah tinggal selama enam tahun di biara Cistercian Perancis mengenal dua orang rahib yang digambarkan di dalam film itu.
Pokok film ini tidak umum untuk sebuah film: kehidupan tujuh orang rahib Trappis pada masa kekacauan di Algeria di tahun 1990. Semua rahib ini diculik pada tahun 1996 dan akhirnya dipenggal.
“Sangatlah sulit bagiku membuat film yang murah - apalagi kalau sampai mengucurkan darah,” kata Quinson kepada Catholic News Service pada tanggal 18 Februari dalam sebuah interview dari Marseilles, Perancis, tempat tinggalnya. “Kehidupan seperti ini sangat berbeda dengan gaya hidup orang-orang yang aku kenal.”
Xavier Beauvois yang menyutradarai dan co-penulis naskah “Of Gods and Men,” mendekati Quinson setelah membaca memoir kehidupan monastiknya, yang sudah diterjemahkan dari bahasa Perancis ke bahasa Inggris tentang pembunuhan para rahib itu.
Quinson menuliskan dalam emailnya kepada Beauvois, “Aku memerlukan seseorang mendapingiku dalam film ini. … Sewaktu ‘para rahib berdoa’ mereka berpakaian apa? Apa yang mereka kerjakan? Apakah mereka menyanyikan doanya? Aku memerlukan seseorang yang mengenal kehidupan monastik.”
Quinson setuju menolong Beauvois, karena dia sendiri sebenarnya sedang mempertimbangkan membuat film tentang kehidupan Trappist Perancis.
“Tugas kecilku adalah menceritakan sejarah mereka,” kata Quinson, “… dengan setia kepada saudara-saudara rahib, dan menjangkau sebanyak mungkin orang-orang lain.”
Quinson mengatakan bahwa Algeria di pertengahan 1990 berjuang mengatasi pelbagai persoalan seperti yang sekarang menggoyahkan banyak negara mayoritas muslim di Afrika Utara dan Timur Tengah.
“Pembunuhan para rahib merupakan titik balik di Algeria. Tidak berarti bahwa sekarang ini di Algeria tidak terjadi kekerasan. Saat ini Algeria juga sedang memanas,” katanya kepada CNS. “Sejak ’96 tidak ada lagi umat kristiani yang dibunuh, dan saya pikir penduduk Algeria mulai mengerti bahwa kekerasan tidak akan membawa masa depan yang cerah, dan penyelesaian persoalan tidak akan berhasil dengan menteror penduduk, apalgai karena iman kepercayaan mereka - sementara itu banyak orang Muslim juga dibunuh di Algeria - tetapi orang mulai mempertanyakan siapa yang membunuh siapa.”
Quinson mengatakan, “Saya di Maroko selama dua bulan sewaktu shooting film ini, karena Beauvois meminta saya mendampinginya – ‘Henry, apakah begini sudah benar?’ – untuk menciptakan kembali suasana biara.”
Pada waktu pengambilan tayangan di kapel, Beauvois melemparkannya: “Henry, di bagian ini kamu sutradaranya. Aku tidak bisa menyutradarai sesuatu yang tidak aku ketahui. Apa yang akan mereka buat? Apa yang mereka pikirkan?”
“Di sepanjang film ini ada 15 persen nyanyian dan dialog. Aku menulis ulang salah satu pembicaraan tentang menjadi martir, yang menjadi bagian yang paling penting dalam film,” kata Quinson kepada CNS. “Kami tinggal di sebuah biara” sambil mengajari para aktor, bekerja dengan Beauvois di lokasi shooting dan menciptakan ulang kembali suasana biara itu di Maroko untuk keperluan film ini.
Quinson, anak seorang bankir, lahir di kota New York dan pernah tinggal di Eropa, terutama di Perancis dan Belgium sejak usia 5 tahun.
“Aku bukan rahib asli dalam pengertian bahwa aku bukan anggota dari salah satu ordo rahib. Tetapi aku selibat, bekerja bagi Gereja,” kata Quinson, yang akan berusia 50 tahun pada tanggal 8 Maret ini. “Aku bekerja sebagai guru di Marseille ini. Aku bekerja part-time, sehingga bisa mempunyai waktu cukup untuk menolong tetangga” di antara orang Muslim di Marseille dengan “banyak bantuan pendidikan dan finansial. … Banyak anak di sini tidak bisa melanjutkan pendidikan mereka” karena alasan akademis atau finansial.
Quinson mengatakan bahwa sebelum pengambilan gambar, dia mendapat nasihat dari “seorang produser Perancis” yang tidak mau disebutkan namanya bahwa “kisah tentang tujuh orang rahib yang dibunuh ini tidak akan laku dijual.” Penghargaan Cannes dan pengakuan internasional membuktikan bahwa pendapat produser ini salah.
Dalam pandangannya tentang “Of Gods and Men,” John Muderig dari kantor Media Review CNS menyebutkan film itu sebagai “karya terbesar hidup religius dan tontonan yang tak bisa dilupakan.”
Film ini dimasukkan dalam kategori A-III - untuk dewasa - karena kekerasan yang berdarah, beberapa tayangan yang mengganggu dan satu dialog dengan bahasa yang kasar. Tetapi Mulderig mengatakan remaja yang sudah cukup berumur akan bisa belajar banyak dari film ini.
Menurut Mulderig, sutradara Beauvois “menemukan jalan menuju inti Injil melalui kesederhanaan dan rasa persaudaraan, dan suasana doa yang diperkaya oleh musik suci dan keheningan yang luar biasa.”