Congregatio Discipulorum Domini

Para anggota Congregatio Discipulorum Domini (Kongregasi Murid-murid Tuhan) menghayati hidupnya sebagai murid dan senantiasa belajar pada Yesus Kristus, sang Guru Agung. Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus menjadi ungkapan cinta dan penyerahan diri secara total. Dari sinilah para anggota menimba kekuatan untuk karya kerasulannya sebagai murid yang diutus untuk mempersiapkan orang menyambut Kristus di dalam hidupnya (bdk. Luk 10:1-12).

31 May 2012

“Soegija”, Sepenggal Kisah Romo Kanjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ (1)

Rencana penayangan film Soegija sudah ramai dibicarak`n. Untuk mengenal lebih jauh sosok Mgr. Soegijapranata SJ yang menjadi pahlawan nasional dengan perjuangan tanpa kekerasan, sesuai dengan ciri Gereja Katolik, silahkan ikuti tayangan berikuti ini. Tayangan ini diambil dari tulisan Mathias Hairyadi di Sesawi Net
 



ANTARA film Soegija dan tokoh pahlawan nasional Mgr. Albertus Soegijapranata SJ yang dulu dikenal dengan sebutan Romo Kanjeng ada rentang sejarah yang teramat panjang. Soegija film layar lebar pertama hasil diprodusi Studio Audio-Visuat Puskat Yogyakarta baru lahir tahun 2012. Sementara tokoh yang ditampilkan melalui jalinan seluloid ini –yakni Romo Kanjeng—telah lama hilang dari peredaran.
Romo Kanjeng meninggal dunia di Steyl, Venlo, Negeri Belanda, tanggal 22 Juli 1963. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Semarang.
Romo Kanjeng yang lahir di Solo 25 November 1896 ini merupakan uskup pribumi pertama di Indonesia. Romo Kanjeng mendapat gelar Pahlawan Nasional dari tangan Presiden Soekarno berdasarkan SK Presiden RI No 152/Tahun 1963 tertanggal 26 Juli 1963. Karena ketokohannya inilah, nama Romo Kanjeng diabadikan sebagai jalan raya di Semarang. Pun pula dimaterikan sebagai nama Universitas Katolik Soegijapranata, juga di Semarang.
Rentang waktu 49 tahun
Lahir tahun 1896 dan meninggal tahun 1963, namun film Soegija baru “lahir” tahun 2012. Berarti ada rentang waktu 49 tahun dimana  telah terjadi “kekosongan” informasi mengenai tokoh sepenting Romo Kanjeng ini. Padahal, sejarah mesti meletakkan peran Romo Kanjeng  ini sebagai tokoh Gereja dan contoh anak bangsa dari golongan bumi putera (inlander) di balik upaya besar menggelorakan semangat silent diplomacy guna merebut empati dan simpati dunia internasional terhadap sebuah nation baru saja lahir dan itu bernama Indonesia.
Mereka yang lahir setelah kurun waktu tahun 1960-an, tentu sosok Romo Kanjeng merupakan figur asing. Menyebut namanya pun tak pernah sekelebat bisa mampir di memori orang. “Ah, siapa itu Romo Kanjeng alias Monsinyur Albertus Soegijapranata SJ?,” kata Anas, seorang guru kelahiran Bangka yang pernah studi Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma (USD).
USD adalah lembaga pendidikan tinggi asuhan para Yesuit. Begitu pula Romo Kanjeng pun seorang Jesuit. Namun, juga terbentang rentang waktu yang  begitu panjang sehingga “orang penting” dari Ordo Serikat Jesus Provinsi Indonesia ini juga kurang ngetop di kalangan para Jesuit muda dan apalagi mereka yang bukan Jesuit. Tapi untunglah, SJ Provindo punya Romo Gregorius Budi Subanar SJ –putra asli Yogyakarta dan alumnus SMA Teladan Yogya—yang di tahun 1996 mulai serius menggali sejarah, profil dan kiprah Romo Kanjeng Mrg. Soegijapranata SJ.
Studi kepustakaan dan riset di Belanda sengaja dilakukan Romo Banar demi keperluannya menulis  disertasi untuh meraih gelar doktor bidang Sejarah Gereja di Universitas Gregoriana di Roma. Namun, siapa sangka kalau studi tersebut kini menjadi semacam “perpustakaan berjalan” bagi Gereja Indonesia untuk bisa mengungkit kembali tentang apa dan siapa Romo Kanjeng itu. Tentu, di tangan orang semacam Romo Budi Subanar SJ inilah yang bisa meletakkan sosok Romo Kanjenf ini pada jalinan peristiwa-peristiwa penting Indonesia usai memproklamirkan kemerdekaannya namun kedaulatannya tetap tergadaikan di tangan Belanda.  (Bersambung)

Artikel terkait: