Rencana penayangan film Soegija sudah ramai dibicarak`n. Untuk mengenal lebih jauh sosok Mgr. Soegijapranata SJ yang menjadi pahlawan nasional dengan perjuangan tanpa kekerasan, sesuai dengan ciri Gereja Katolik, silahkan ikuti tayangan berikuti ini. Tayangan ini diambil dari tulisan Mathias Hairyadi di Sesawi Net
ANTARA film Soegija
dan tokoh pahlawan nasional Mgr. Albertus Soegijapranata SJ yang dulu
dikenal dengan sebutan Romo Kanjeng ada rentang sejarah yang teramat
panjang. Soegija film layar lebar pertama hasil diprodusi
Studio Audio-Visuat Puskat Yogyakarta baru lahir tahun 2012. Sementara
tokoh yang ditampilkan melalui jalinan seluloid ini –yakni Romo
Kanjeng—telah lama hilang dari peredaran.
Romo Kanjeng meninggal dunia di Steyl,
Venlo, Negeri Belanda, tanggal 22 Juli 1963. Jenazahnya kemudian
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Semarang.
Romo Kanjeng yang lahir di Solo 25
November 1896 ini merupakan uskup pribumi pertama di Indonesia. Romo
Kanjeng mendapat gelar Pahlawan Nasional dari tangan Presiden Soekarno
berdasarkan SK Presiden RI No 152/Tahun 1963 tertanggal 26 Juli 1963.
Karena ketokohannya inilah, nama Romo Kanjeng diabadikan sebagai jalan
raya di Semarang. Pun pula dimaterikan sebagai nama Universitas Katolik
Soegijapranata, juga di Semarang.
Rentang waktu 49 tahun
Lahir tahun 1896 dan meninggal tahun 1963, namun film Soegija
baru “lahir” tahun 2012. Berarti ada rentang waktu 49 tahun dimana
telah terjadi “kekosongan” informasi mengenai tokoh sepenting Romo
Kanjeng ini. Padahal, sejarah mesti meletakkan peran Romo Kanjeng ini
sebagai tokoh Gereja dan contoh anak bangsa dari golongan bumi putera (inlander) di balik upaya besar menggelorakan semangat silent diplomacy guna merebut empati dan simpati dunia internasional terhadap sebuah nation baru saja lahir dan itu bernama Indonesia.
Mereka yang lahir setelah kurun waktu
tahun 1960-an, tentu sosok Romo Kanjeng merupakan figur asing. Menyebut
namanya pun tak pernah sekelebat bisa mampir di memori orang. “Ah, siapa
itu Romo Kanjeng alias Monsinyur Albertus Soegijapranata SJ?,” kata
Anas, seorang guru kelahiran Bangka yang pernah studi Bahasa Inggris di
Universitas Sanata Dharma (USD).
USD adalah lembaga pendidikan tinggi
asuhan para Yesuit. Begitu pula Romo Kanjeng pun seorang Jesuit. Namun,
juga terbentang rentang waktu yang begitu panjang sehingga “orang
penting” dari Ordo Serikat Jesus Provinsi Indonesia ini juga kurang
ngetop di kalangan para Jesuit muda dan apalagi mereka yang bukan
Jesuit. Tapi untunglah, SJ Provindo punya Romo Gregorius Budi Subanar SJ
–putra asli Yogyakarta dan alumnus SMA Teladan Yogya—yang di tahun 1996
mulai serius menggali sejarah, profil dan kiprah Romo Kanjeng Mrg.
Soegijapranata SJ.
Studi kepustakaan dan riset di Belanda
sengaja dilakukan Romo Banar demi keperluannya menulis disertasi untuh
meraih gelar doktor bidang Sejarah Gereja di Universitas Gregoriana di
Roma. Namun, siapa sangka kalau studi tersebut kini menjadi semacam
“perpustakaan berjalan” bagi Gereja Indonesia untuk bisa mengungkit
kembali tentang apa dan siapa Romo Kanjeng itu. Tentu, di tangan orang
semacam Romo Budi Subanar SJ inilah yang bisa meletakkan sosok Romo
Kanjenf ini pada jalinan peristiwa-peristiwa penting Indonesia usai
memproklamirkan kemerdekaannya namun kedaulatannya tetap tergadaikan di
tangan Belanda. (Bersambung)
Artikel terkait: