Congregatio Discipulorum Domini

Para anggota Congregatio Discipulorum Domini (Kongregasi Murid-murid Tuhan) menghayati hidupnya sebagai murid dan senantiasa belajar pada Yesus Kristus, sang Guru Agung. Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus menjadi ungkapan cinta dan penyerahan diri secara total. Dari sinilah para anggota menimba kekuatan untuk karya kerasulannya sebagai murid yang diutus untuk mempersiapkan orang menyambut Kristus di dalam hidupnya (bdk. Luk 10:1-12).

23 January 2008

Kapitel 2008


Kapitel CDD Indonesia berlangsung dari tanggal 16-22 Januari 2008. Banyak hal yang dibicarakan di dalam Kapitel, yang dihadiri oleh Pater Jenderal, dan berlangsung dengan baik. Keputusan Kapitel belum dapat diumumkan, menunggu pengesahan dari Generalat.

Proficiat kepada Provinsial dan Dewan yang terpilih. Selamat melayani, pro Ecclesia, pro Deo.

Sebelum kapitel berlangsung, semua anggota CDD Indonesia mendoakan Doa Persiapan Kapitel, yang sudah pernah diposting di halaman ini. Namun dengan berakhirnya kapitel, maka posting dihapus. Namun arsipnya dapat dilihat di bawah ini.

DOA PERSIAPAN KAPITEL CDD 2008

Bapa yang penuh kasih, syukur kepada-Mu karena cinta-Mu telah mempersatukan kami menjadi murid-murid Yesus. Karuniakanlah kasih persaudaraan sejati agar semangat kami berkobar dan kami senantiasa bergembira karena boleh berjalan bersama Putra-Mu Yesus Kristus dalam mempersiapkan Kapitel kami.

Ajarlah kami hidup, melayani dan berkarya seperti Yesus dan selalu mencari kehendak-Mu. Semoga melalui Celso Costantini, Bapa Pendiri kami, pesan-Mu selalu menggema dalam hati kami. Karuniakanlah Roh Kudus untuk mengajar kami segala sesuatu dalam terang iman.

Doa ini kami sampaikan kepada-Mu melalui Yesus Kristus, Tuhan dan Guru kami. Amin.

Santa Maria Ratu Para Rasul,

Doakanlah kami.

03 January 2008

Pembaharuan dan Tradisi

Barangkali Misa Natal Paus Benediktus XVI tahun ini membuka sedikit gambaran apa yang terjadi dalam perayaan liturgi kepausan setelah terjadi pergantian Kepala Kantor Perayaan Liturgi Pontifikal kepad Mons. Guido Marini. Di sini akan disajikan terjemahan artikel dari sebuah koran Italia yang memberikan komentar tentang Perayaan Natal yang akan dipimpin oleh Paus Benediktus XVI.

Kebaruan Sekaligus Penerusan Tradisi Akan Menandai Liturgi Paus Natal Ini

Oleh ROMA MIMMO MUOLO

Kesinambungan dengan Tradisi dan dengan Konsili, bahasa simbol, dan di atas segalanya perhatian untuk menciptakan suasana meditasi dan doa haruslah mewarnai seluruh perayaan liturgi. Inilah kriteria utama, seperti yang dikehendaki oleh Paus Benediktus, yang dijalankan oleh Kantor Perayaan Liturgi Pontifikal dalam mempersiapkan liturgi agung untuk Natal dan untuk Paus secara umum.

Ada beberapa hal menarik yang menonjol pada tahun ini. Beberapa di antaranya adalah pada Hari Raya natal, patung Kanak-kanak Yesus akan diletakkan pada ‘tahta’ kecil yang dipakai selama Konsili Vatikan II untuk meletakkan Injil. Hal ini akan menggarisbawahi misteri Sabda yang Menjadi manusia dalam rupa Bayi dari Betlehem, yang akan dibaringkan di sana sewaktu Gloria dinyanyikan dalam Misa Natal.

Dan juga diberikan perhatian khusus untuk pakaian liturgi paus di masa ini. Pakaian itu, sebagaimana beberapa detail dalam upacara itu, dimaksudkan untuk menggarisbawai kesinambungan antara perayaan liturgi hari ini dan yang mewarnai tradisi Gereja sebelum Vatikan II. Mons. Guido Marini, pemimpin liturgi kepausan, mengatakan: “Seperti yang dikutip Paus dalam tulisannya dari Paus sebelumnya, demikian juga dalam konteks liturgi, Paus akan menggunakan pakaian dari pendahulunya untuk menunjukkan kesinambungan juga dalam lex orandi.” Dengan demikian, dalam Misa tengah malam dan Misa Epifani, Benediktus XVI akan mengenakan mitranya, namun untuk berkat Urbi et Orbi pada Hri Raya Natal, dia akan mengenakan mitra dari Paus Paulus I; untuk berkat Tahun Baru mitra yang berasal dari Benediktus XV; dan pada Pesta Pembaptisan Tuhan mitra yang dari Yohanes Paulus II. Sebagaimana yang dilakukan sejak bertugas sebagai MC liturgi di Vatikan, Mons. Marini akan menempatkan Salib di tengah Altar. [Atas beberapa alasan, Misa Novus Ordo telah menghilangkan Salib dari altar.]

Hal ini menunjukkan dengan jelas Salib sebagai pusat perayaan Ekaristi dan orientasi umat selama perayaan liturgi: sambil memandang Penyelamat yang wafat dan bangkit bagi kita. Altar juga akan diterangi dengan tujuh lilin, sebagaimana yang diatur dalam buku upacara untuk uskup, terutama untuk liturgi paus, sebagai simbol kesempurnaan – yang referensinya dapat dilihat dari Kitab Wahyu.

Dua simbol lagi merupakan hal yang biasa dijumpai dalam perayaan liturgi Natal. Pertama, penggunaan cathedra (kursi) yang lebih agung bagi Paus untuk menggarisbawahi kedudukan special Paus sebagai Wakil Kristus di dunia yang menjalankan Magisteriumnya bagi Gereja universal. Ke dua, Paus akan selalu didampingi oleh satu atau dua diakon (seperti dalam Misa tengah Malam, Te Deum pada 31 Desember, dan 13 Januari pada Misa Pembaptisan) atau oleh dua cardinal (pada Hari Raya Natal dan berkat Tahun Baru, dan pada 6 Januari) untuk menekankan presidensi liturgi Paus.

Kebaruan lain akan terlihat sesuai dengan pesta yang dirayakan. Pada Malam Natal, akan ada doa malam singkat sebelum Misa Tengah malam, dengan kidung Kalenda, suatu kidung kuno yang menunjukkan kelahiran Penyelamat dalam sejarah. Setelah peletakan Kanak-kanak yesus di atas tahta Injil, anak-anak yang mewakili semua anak di seluruh dunia akan membawa bunga yang dipersembahkan kepada Kanak-kanak Yesus. Hal ini untuk mengingatkan seruan Yesus agar semua orang hendaklah menjadi seperti anak kecil untuk masuk ke Kerajaan Allah. Pada akhir Misa, paus akan membawa Kanak-kanak Yesus dan meletakkannya di kandang Natal di lapangan St. Petrus.

Pada 31 Desember, Ibadat Sore Malam tahun Baru akan disertai dengan Eksposisi Sakramen Mahakudus, dengan nyanyian Te Deum untuk menyatakan syukur atas tahun yang berlalu dan berkat Sakramen Mahakudus. Hal ini menggarisbawahi Ekaristi sebagai pusat adorasi dalam kehidupan Gereja dan Murid-murid Tuhan, dan mendampingi awal tahun yang baru dengan berkat Tuhan.

Pada 1 Januari, Doa Umat dalam Misa Tahun Baru akan menampilkan pesan Paus untuk Hari Perdamaian sedunia. Setelah Misa, akan ada doa kepada Bunda Maria, karena 1 Januari adalah Pesta Maria Bunda Allah. Lukisan yang dipakai untuk penghormatan ini diambil dari Museum Vatikan.

Pada Pesta Pembaptisan Tuhan, 6 Januari, Credo (Aku Percaya) akan didoakan dalam bentuk pembaharuan janji pembaptisan. Dalam hal apa pun, kata Mons. Marini, “Hal yang utama dalam perayaan liturgi adalah suasana meditasi dan doa, dan juga nuansa misteri – dan karea itu, segala yang dapat mendukung hal ini akan dipakai: kata-kata, gambar, sikap, lagu, musik, hening.” Dia menggambarkannya sebagai ars celebrandi yang bertujuan membuat suasana liturgi cerah dan cemerlang. Makna sejati dan otentik partisipasi aktif dalam liturgi, katanya, adalah berpartisipasi dalam saat perayaan liturgi itu yang menciptakan kembali bagi kita sejarah keselamatan, sehingga setiap unsure liturgi haruslah mewujudkan hal ini. “Buah dari partisipasi otentik,” katanya, “adalah tumbuh dalam kesucian dan, karena itu, mengtransformasikan hidup kita dalam Kristus dan bersama Kristus.”

Avvenire, 23 decembre 2007


02 January 2008

Catatan Lain tentang Spe Salvi

Meskipun sampai sekarang belum ada terjemahan resmi Spe Salvi, keterangan yang cukup baik diberikan oleh Rm. Luluk Widyawan dari website KWI, yang memberikan penelaahan secara umum tentang eksiklik ini.

14 Desember 2007 - 11:03
Spe Salvi: Tentang Harapan

Memasuki masa Adven, tepatnya tanggal 30 November 2007, Paus Benediktus XVI mengeluarkan Ensiklik keduanya. Ensiklik itu berjudul, Spe Salvi. Ensiklik tersebut menegaskan kembali pentingnya kebutuhan akan harapan dalam masyarakat modern dan pentingnya umat Kristiani memulihkan arti harapan yang sebenarnya.

Paus memulai ensiklik 75 halamannya dengan menjelaskan bahwa “rahmat, sekalipun itu tidak mudah, dapat dihayati dan diterima jika tertuju kepada suatu tujuan dan jika tujuan itu diyakini benar dalam pencapaiannya”. Spe Salvi merupakan harta karun yang amat kaya dalam pembelajaran Paus, dengan referensi kehidupan para kudus dan Bapa Gereja. Ensiklik tersebut mengulas kebijaksanaan dan keutamaan harapan. Bapa Suci mengatakan, ”Pintu serba gelap tentang waktu, tentang masa depan, telah terbuka. Seseorang yang memiliki harapan akan hidup dengan cara yang berbeda. Seseorang yang memiliki harapan dianugerahi hadiah hidup baru.”

Tentu saja, hal ini memunculkan pertanyaan, apa itu harapan? Paus menulis bahwa untuk mengenal Tuhan, Tuhan yang benar, berarti menerima harapan. Namun harapan kristiani berbeda. Mengacu pada Kitab Suci Perjanjian Baru, Paus menulis, Kekristenan tidak membawa pesan revolusi sosial seperti yang telah membawa sial bagi Spartacus, yang berjuang hingga mengakibatkan pertumpahan darah. Yesus bukanlah Spartacus, Dia tidak mengadakan pertempuran demi pembebasan politis. "Yesus… membawa sesuatu samasekali berbeda, ialah suatu persekutuan dengan Tuhan segala raja, suatu persekutuan dengan Tuhan yang hidup dan yang berkombinasi dengan harapan yang lebih kuat daripada penderitaan para budak. Suatu harapan yang karenanya mengubah hidup dan dunia dari dalam," demikian penjelasannya. "Hal ini jelas bukan menunjuk pada suatu roh dasar alam semesta, yang memerintah umat manusia dan dunia, melainkan Tuhan. Dialah yang menguasai alam semesta. Bukan zat dan evolusi yang menentukan segalanya, tetapi akal budi, kehendak, cinta Allah"

Gagasan Kekristenan semacam itu mempengaruhi dunia, karena, “kuasa dahsyat unsur-unsur material yang tak dapat diubah, tidak lagi berkuasa. Karena manusia bukanlah budak dari alam semesta dan hukum-hukumnya. Manusia justru memiliki kehendak bebas." Umat Kristiani memiliki harapan hanya karena Yesus yang "mewartakan siapakah sebenarnya manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia agar sungguh-sungguh menjadi manusia bagi sesama”.

Sebagaimana ditulis dalam Kitab Ibrani 11:1, Bapa Suci menunjukkan pengaruh positif iman. "Iman bukanlah melulu suatu upaya menusia mencari sesuatu yang di luar dirinya dan sesuatu yang samasekali tidak jelas. Iman, pada saat ini pun, justru memberi kita sesuatu yang nyata, yang selama ini kita cari. Iman itu pula yang memberi sebuah “bukti” tentang berbagai hal-hal yang masih tidak terlihat. "Iman," tulis Paus, "memberi basis baru dalam kehidupan. Ialah suatu pondasi baru yang di atasnya kita dapat berdiri, sesuatu yang merelatifkan hal-hal material yang selama ini jadi andalan.

Kehidupan Kekal

Ensiklik Paus tersebut bukan sesuatu yang abstrak. Paus memfokuskan pembahasan tentang kehidupan Kristiani modern. Paus mengajukan beberapa pertanyaan penting: Bagaimana kita menghidupi iman Kristiani dalam kehidupan? Apakah itu hidup yang berubah dan hidup yang memelihara harapan?” Bahkan yang lebih penting, ”Apakah kita sungguh-sungguh menginginkan hidup kekal?”

"Barangkali, saat ini banyak orang yang menolak iman hanya karena tidak melihat dan menemukan prospek yang menarik tentang kehidupan kekal,” demikian dugaan Paus, ”Memang yang dibutuhkan manusia tidak hanya hidup kekal, tetapi hidup saat ini, sehingga gagasan hidup kekal dipandang sebagai suatu yang sulit. Karena itu, untuk melanjutkan kehidupan selamanya, sampai akhir, gagasan hidup kekal lalu dipandang sebagai kutuk daripada berkat”

Konsekuensinya, ”ada pertentangan dalam sikap kita, yang menunjuk ke suatu pertentangan eksistensial mendalam dalam kehidupan manusia. Di satu sisi, kita tidak ingin mati; demikian pula mereka yang mencintai kita, tidak ingin kita mati. Namun di sisi lain, kita ingin melanjutkan hidup dengan tanpa terbatas. Apakah memang dunia diciptakan seperti itu, lalu apa yang sebenarnya kita inginkan?"

Untuk menjawab pertanyaan mendalam seperti ini, Spe Salvi mengacu pada pendapat St. Agustinus, yang mengatakan bahwa, "akhirnya yang sungguh-sungguh kita inginkan hanya satu hal, “hidup yang terberkati, hidup yang sederhana, ialah ' kebahagiaan."

Iman Dan Harapan Jaman Modern

Bapa Suci memulai uraiannya tentang pemahaman Kristiani modern tentang harapan dengan bertanya, apakah harapan umat Kristiani bersifat individual? Dengan kata lain, apakah keselamatan seseorang tergantung hanya pada kehidupan pribadi seseorang, atau tergantung pada pelayanannya kepada sesama? Berkaitan dengan pertanyaan tentang sifat personal keselamatan, Sri Paus bertanya, "Bagaimana kita sampai pada penafsiran semacam ini tentang keselamatan jiwa dan bagaimana cara kita memahami bahwa gagasan Kristen sebagai suatu pencarian egois demi keselamatan yang menolak gagasan melayani sesama?”. "Visi yang terencana telah disempitkan di masa modern dan mengakibatkan krisis iman masa kini yang juga dapat disebut sebagai kisis harapan Kristiani,” kata Paus.

Dalam perkembangan dari tahun ke tahun, ideologi kemajuan menganggap bahwa bahwa kebahagiaan terletak pada hal yang bisa dilihat, sesuai potensi yang ada dalam diri manusia yaitu suatu konfirmasi iman, sebagaimana yang berlangsung saat ini,” Pada saat yang sama, dua kategori semakin popular sebagai ukuran kemajuan, ialah akal budi dan kehendak bebas. Hasil pemikiran ini ialah, “kemajuan selalu terkait dengan perkembangan dominant akal budi, dan akal budi dianggap sebagai suatu kekuatan yang baik dan suatu kekuatan untuk kebaikan.”

”Kemajuan dengan demikian adalah kesalingtergantungan, ialah kemajuan menuju kebebasan yang sempurna." Sehingga, "dua konsep utama, akal budi dan kehendak bebas secara diam-diam telah ditafsirkan secara bertentangan dengan iman dan Gereja," kata Paus. Harus diakui, perkembangan ilmu pengetahuan modern telah mengurung iman dan harapan personal. Namun justru karena itu, semakin kelihatan bahwa dunia dan manusia jaman ini memerlukan Tuhan, ialah Tuhan yang benar. Ilmu pengetahuan memang mendukung kehidupan manusia, tetapi tidak mampu menembus sisi terdalam kehidupan manusia.

Tepatlah jika, manusia ditebus hanya oleh kasih. Kasih itulah yang membingkai hidup sosial sebagai baik dan indah, dilengkapi sebuah harapan yang besar, pasti, penuh, dijamin Allah dan demi Allah yang adalah kasih. Allah itulah yang rela merendahkan diri dalam sosok Yesus, yang memberikan hidupNya demi keselamatan manusia dan di dalam Yesus pula manusia akan kembali pada akhir jaman. Hanya dalam Yesus kita menaruh harapan dan hanya dalam Dia kita menantikan kepenuhan harapan. Bersama Bunda Maria, BundaNya, Gereja menyongsong Sang Pengantin. Karena Yesus lebih dulu melakukan itu semua dengan penuh kasih, harapan dan iman yang ditunjukkan dalam kasih nyata. Sebuah kehadiranNya yang berdaya guna demi keselamatan manusia.

Implikasi Politis

Sebagaimana kita ketahui, gagasan baru tentang kemajuan telah mengakibatkan perubahan bersejarah. "Spe Salvi" menunjuk "dua langkah-langkah penting dalam perwujudan politis tentang harapan. Karena, kedua akal budi dan kehendak bebas, sangat penting dalam pengembangan harapan Kristiani.

Perkembangan yang pertama ialah “Revolusi Perancis - suatu usaha untuk penerapan akal budi dan kehendak bebas sebagai kenyataan politis." Sepanjang abad kedelapanbelas, masyarakat “mempertahankan imannya dalam perkembangan jaman sebagai bentuk baru harapan manusia”. "Meskipun demikian," Puas mengisahkan, "perkembangan teknis dan industrialisasi yang sangat cepat mengakibatkan munculnya situasi sosial baru yang cepat pula: muncul kelas pekerja industri tertindas, yang disebut “kaum buruh industri”.

"Setelah revolusi kaum kaya pada tahun 1789 itu, tibalah giliran munculnya suatu revolusi baru, ialah revolusi kaum buruh"… "Karl Marx menggagas rapat umum dan mempromosikan pemikiran dan analisanya yang tajam untuk membentuk kelompok mayoritas baru ini. Gagasannya tentang sejarah, jelas-jela demi keselamatan manusia. Janjinya, analisanya dan pemikirannya yang jernih tentang perubahan radikal, masih menjadi daya tarik yang belum punah”

Paus menyimpulkan "namun dalam gagasan Marx tentang kemenangan revolusi, justru kesalahan pokok Marx menjadi semakin jelas. Ia lupa bahwa manusia tetaplah manusia. Ia menafsirkan secara salah mengenai manusia dan kebebasan manusia. Ia lupa bahwa kebebasan selalu berpeluang menjadi kebebasan negatif yang sangat liar. Marx berpikir jika suatu saat sistem ekonomi diatur dengan rapi, segalanya akan secara otomatis teratur dengan rapi. Padahal tidak demikian. Kesalahan Marx yang terutama ialah gagasan tentang materialisme: manusia tidak melulu hasil kondisi-kondisi ekonomi dan tidaklah mungkin menebus manusia tanpa menciptakan suatu lingkungan ekonomi baik."

Mungkin Meskipun Sulit

Keutamaan teologal tentang harapan terarah kepada keselamatan dan visi kebahagiaan. Semua itu hanya dapat diperoleh seseorang hanya karena rahmat Tuhan. Hal ini dikatakan profesor filsafat dari University of America, Robert Sokolowski mengomentari Ensiklik baru Paus Benediktus XVI tersebut.

Ia mengatakan, "St. Thomas Aquinas, mempunyai beberapa keterangan sangat bagus tentang harapan. Ia menunjuk bahwa hal itu mengacu pada hal-hal yang mempunyai dua unsur: mungkin untuk mencapai, tetapi sulit. Jika sesuatu mustahil untuk dicapai, tentu kita tidak mengharapkan itu. Kita mungkin ingin bisa menjangkaunya, tetapi keinginan itu tipis akan berhasil. Tetapi kemudian pasrah.

Kita mengetahui bahwa kita tidak bisa mencapai kebaikan yang baik semacam itu."Sebaliknya, jika sesuatu itu mungkin dan mudah untuk dicapai, maka kita tidak mengharapkannya. Kita akan berlalu begitu saja dan melakukan begitu saja. Aku tidak berharap bahwa aku akan makan siang hari ini, kecuali jika aku dalam situasi sangat putus-asa, atau aku baru saja makan siang,” demikian ia mencontohkan.

Peran Iman

Pada jaman ini, pemahaman keutamaan teologal tentang harapan diarahkan pada visi kebahagiaan dan keselamatan manusia. Iman merupakan keutamaan teologal yang menyingkapkan kemungkinan itu kepada kita. .Iman mewahyukan kebenaran bahwa Tuhan telah menebus manusia dalam kematian dan kebangkitan Yesus. Iman membuat segala sesuatu mungkin dan dapat dimengerti sehingga kita sebaiknya hidup bersatu dalam Tritunggal Mahakudus. ”Kita bersatu dalam keputraan Yesus. Iman Gereja menunjukkan kepada kita bahwa tujuan akhir kita tidak hanya di dunia ini dan dalam komunitas manusia, tetapi persatuan di surga dalam kehidupan Illahi. Sehingga hidup ini menjadi serba mungkin. Namun, hal itu tidak mudah."

Sesungguhnya, tidak hanya sulit tetapi mustahil bagi kita, jika manusia mengandalkan kemampuan diri sendiri. Keselamatan manusia hanya karena karya Tuhan saja. Kita menyebutnya sebagai rahmat Tuhan semata. Karena itu, kita seharusnya tidak berharap di dalam diri kita sendiri, tetapi berharap di dalam Tuhan. Meskipun keselamatan itu karya dan rahmat Tuhan semata, namun berkatNya boleh kita alami.

Iman, Bukan Optimisme

"Keutamaan teologal tentang harapan berbeda dengan optimisme. Karena optimisme sifatnya duniawi. Layaknya sikap, di mana kita mengharapkan 'berbagai hal akan terjadi. Tentu hal ini bukan disposisi yang buruk, meskipun tidak realistis. Namun, hal-hal seperti itu merupakan suatu harapan duniawi, dalam kodrat manusia. Kita cenderung berpikir bahwa jika orang-orang melakukan kebebasan, akan tercipta kebaikan bersama. Inilah manfaat yang baik tentang harapan di balik gagasan demokrasi atau republik. Keduanya tampaknya tipe yang baik dalam urusan manusia, karena semakin banyak orang menyumbangkan talenta demi kebaikan bersama. Namun, "Teologi harapan meyakinkan tidak dalam konteks kodrat manusia, tetapi dalam relasi dengan Tuhan. Bukan pertama-tama dalam hubungan dengan manusia, tetapi dalam hubungan dengan keselamatan kekal”.

Dengan demikian, harapan kebaikan bersama menuntut syarat adanya keutamaan imanen, ialah menerima kebenaran-kebenaran Illahi, yang mewahyukan kepada kita dimensi yang sangat mungkin dari harapan. Karena, harapan pada gilirannya menggerakkan seseorang kepada cinta kasih, di mana manusia menanggapi kasih Tuhan. Manusia membalas mengasihiNya dan mengamalkan kasih kepada sesama. Itu semua hanya terjadi karena rahmat Tuhan semata. (A. Luluk Widyawan, Pr dari berbagai sumber)