Congregatio Discipulorum Domini
Para anggota Congregatio Discipulorum Domini (Kongregasi Murid-murid Tuhan) menghayati hidupnya sebagai murid dan senantiasa belajar pada Yesus Kristus, sang Guru Agung. Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus menjadi ungkapan cinta dan penyerahan diri secara total. Dari sinilah para anggota menimba kekuatan untuk karya kerasulannya sebagai murid yang diutus untuk mempersiapkan orang menyambut Kristus di dalam hidupnya (bdk. Luk 10:1-12).
22 January 2010
AKSI PANGGILAN CDD "COME AND SEE"
Rumah retret Costantini Ambawang menjadi tanda dan saksi dari acara aksi panggilan yang diselenggarakan oleh komisi panggilan CDD propinsi Indonesia. Kegiatan ini mengambil tema “Come and See” yang dikutip dari Injil Yoh 1 : 38. Rangkaian aksi panggilan ini, terkait erat dengan sarasehan yang telah dilaksanakan sehari sebelumnya. Dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia, Paus Yohannes Paulus II sangat menekankan pentingnya perayaan ekaristi bagi umat beriman. Ensiklik ini mengingatkan umat beriman akan kewajibannya untuk mengikuti perayaan ekaristi pada hari Minggu. Sementara itu, para uskup diingatkan akan kewajibannya untuk mengupayakan kemudahan bagi umatnya guna mengambil bagian dalam perayaan ekaristi. Di negara-negara dengan tradisi kekatolikan yang tua (terutama di Eropa) dan juga di negara-negara lain dengan tradisi katolik yang kuat atau juga di ASIA, bagi kebanyakan orang penerimaan sakramen tertentu masih dianggap sebagai bagian hakiki dari ciri kekatolikan mereka. Hampir semua pelayanan sakraman tersebut selalu dihubungakan dengan pribadi yang tertahbis atau seorang imam. Persoalannya adalah jumlah imam tidak lagi mencukupi kebutuhan akan pelayanan sakramen. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya minat pada kaum muda untuk menjadi imam, dan ini bukan saja persoalan yang dihadapi gereja di Eropa, melainkan telah menjadi suatu kecemasan gereja universal. Di Austria misalnya, pada tahun 1962 masih ada 172 imam diosesan dan biarawan yang ditahbiskan. Data pada tahun 2003 hanya 37 orang, dan 2005 hanya 32 orang. Jumlah ini terus menurun setiap tahunnya, sementara umur rata-rata para imam adalah di atas 50 tahun. Di Keuskupan agung Wina saja ada sekitar 250 paroki tanpa imam yang menetap di paroki. (Bdk. Eine Kirche, die Zukunft hat, H. Krätzl, s. 24). Di Indonesia sendiri, pada tahun-tahun terakhir ini juga terjadi trend penurunan calon-calon seminaris. Hal ini dapat dilihat dari jumlah seminaris di seminari menengah yang terus menurun jumlahnya.
Keputusan untuk memilih hidup panggilan bukanlah sebuah keputusan yang gampang dan sederhana. Bagi kaum muda yang masih labil dan mendambakan suatu pola atau idola tertentu, Aksi panggilan merupakan salah satu cara yang cukup efektif. Apalagi di beberapa tempat, banyak kaum muda yang ingin mengetahui hidup panggilan tetapi tidak tahu harus bertanya kepada siapa.
Maka CDD Indonesia menyelenggrakan aksi panggilan ini. Kegiatan ini juga menyapa kaum muda yang sekolah di sekolah-sekolah negeri dimana mereka sangat jarang disapa oleh kaum berjubah. Dengan aksi panggilan ini, diharapkan kaum muda mendapat kesempatan untuk mengenal dan mengetahui hidup sebagai biarawan.Pada sisi yang lain, aksi panggilan ini juga bermaksud untuk membuka kesempatan kepada kaum mudaagar dapat berkenalan dengan kongregasi Murid-murid Tuhan yang telah hadir di bumi Indonesia lebih kurang 60 tahun. Pengabdian kepada bumi Indonesia untuk waktu yangcukup panjang ini tidak sebanding dengan jumlah umat atau kaum muda yang mau dan bersedia bergabung dengan kongregasi ini. Tentu saja ada banyak factor yang bisa kita ketengahkan. Namun hal yang paling mendasar adalah bagaimana kita mengusahakan suatu kesempatan kepada kaum muda agar mereka dapat mengenal suatu cara hidup yanglain, secara khusus cara hidup sebagai Costantinian.
Dengan tema “ Teacher, where are You staying ?” "Come, and You will See”. Kaum muda diajak untuk menyadari panggilan Tuhan dalam hidupnya. Aksi panggilan ini di bimbing oleh Pater Yandhie Buntoro CDD yang didatangkan dari pulau Dewata Bali, Pater Rudy CDD, Br Yoseph CDD dan Fr.Ignas CDD. Acara berlangsung di RUMAH RETRET COSTANTINI AMBAWANG PONTIANAK
Acara dilaksanakan selama dua hari yakni pada tgl 16 - 17 Januari 2010. Pada hari pertama, para peserta yang rata-rata duduk di kelas XII SMA/SMK diajak untuk saling berkenalan dan sekaligus mengekspresikan diri lewat penampilan – penampikan kelompok.
Melalui berbagai permainan dan sharing bersama, para pemuda diajak untuk menemukan diri mereka. Fr Ignas CDD memimpin acara dan mengajak kaum muda untuk melihat pentingnya kreatifitas dalam hidup kaum muda.
Setelah para peserta saling kenal dan dapat bekerjasama terutama melalui kegiatan-kegiatan kelompok. Acara diakhiri dengan doa malam singkat. Pada malam itu, para peserta masih dapat berbicara atau sharing dengan para pastor dan frater CDD.
Hari kedua di awali dengan doa pagi dan dilanjutkan dengan jelajah alam sekitar.
Para peserta yang terdiri dari 57 orang yang berasal dari SMA Petrus, Paulus, Gembala baik, SMKN 4, SMAN 5,6,7,9, St Fransiskus Asisi Siantan, SMK St Maria, dan seorang mahasiswa masuk keluar ladang dan berakhir di dermaga pelabuhan kecil. Baju, celana , kaki semuanya penuh tanah tetapi para peserta tetap semangat untuk maju Terus. Pater Rudy juga tidak mau kalah…beliau juga bergerak terus dengan penuh semangat.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sesi pengalaman hidup dan panggilan. Pater Yandhie CDD membantu peserta dengan wejangan-wejangan emasnya. Dengan pendasaran kitab suci, Pater Yandhie menekankan pentingnya hidup dalam hadirat Allah dan keberanian untuk mengambil serta memutuskan suatu cara hidup dalam diri kaum muda. Pater Yandhie menekankan dan meyakinkan kaum muda bahwa Allah pasti akan menolong dan memberikan yang terbaik.
Pada kesempatan ini, Pater Yandhie CDD juga meminta Br Yoseph CDD untuk mensharingkan pengalaman hidup membiaranya. Setelah istirahat, Fr Ignas CDD memperkenalkan Celso Costantini kepada kaum muda dan juga memperkenalkan secara ringkas sejarah dan karya-karya CDD propinsi Indonesia. Di penghujung acara, Fr Ignas memberikan gambaran tentang langkah-langkah untuk masuk kedalam hidup membiara atau seminari. Sessi ini diakhiri dengan Tanya jawab seputar hidup membiara.Pada akhirnya, seluruh rangkaian acara aksi panggilan CDD ditutup dengan misa kudus yang dipersembahkan oleh Pater Yandhie dan Pater Rudy.
Beberapa peserta yang sempat ditanyai komentarnya mengatakan bahwa acara ini sungguh baik dan mereka bertanya apakah setiap tahun ada kegiatan semacam ini.
Benih telah disebar, doa telah di mohon, semoga Allah berkenan memberikan berkatnya.
salam dan doa
ignashuang CDD
21 January 2010
SARASEHAN ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS DAN KAUM MUDA Di Gereja Katedral St Yoseph Pontianak
Komisi Panggilan Kongregasi Murid-murid Tuhan (CDD) Propinsi Indonesia menyelenggarakan acara sarasehan dengan tema Adorasi Sakramen Mahakudus dan Kaum Muda di Gereja St Yoseph Katedral Pontianak. Acara ini berlangsung pada tgl 15 Januari 2010.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperkenalkan kongregasi Murid-murid Tuhan yang memiliki spiritualitas sembah bakti kepada Sakramen Mahakudus dan sekaligus untuk menyapa kaum muda. Acara sarasehan dimulai pada pukul 17.00 dengan alunan suara dari paduan suara Sekolah Tinggi Pastoral Pontianak. Peserta sarasehan yang didominasi oleh kaum muda ini berlangsung dengan baik. Fr.Ignas CDD yang berdomisili di seminari CDD Malang membuka acara sarasehan dengan doa pembukaan dan sekaligus bertindak sebagai moderator.
Pada bagian pengantar, Fr Ignas CDD menampilkan sejumlah fakta tentang mukjijat yang terjadi dalam gereja Katolik sehubungan dengan perayaan Ekaristi dan terutama tentang mukjijat Roti dan anggur yang terjadi di berbagai belahan dunia sepanjang sejarah Gereja. Setelah itu, Pater Prasetya CDD tampil untuk mengupas tentang adorasi sakramen Mahakudus dan kaum muda. Dengan gayanya yang kocak, Pater Prast berhasil membuat 400-an kaum muda yang memenuhi bangku gereja menyimak tentang adorasi sakramen mahakudus. Pater Prast menekankan pentingnya Sakramen mahakudus bagi umat beriman karena sakramen ini adalah sakramen cinta kasih Kristus kepada umat manusia.
Pater Prast juga mengeluarkan jurus andalannya yakni ayat-ayat cantik yang menunjukkan pentingnya sakramen mahakudus dalam hidup para Costantian dan juga bagi seluruh umat beriman.
Mendekati akhir sarasehan, Pater Rudy CDD didaulat untuk mensharingkan pengalamannya dalam menghayati dan mengamalkan adorasi Sakramen Mahakudus.
Akhirnya acara sarasehan berakhir dan dilanjutkan dengan adorasi sakramen Mahakudus. Pada waktu itu, Paduan suara SMPK St Petrus mengambil alih peran untuk mengiringi adorasi Sakramen Mahakudus. Alunan suara yang lembut dengan lagu-lagu Taize membuat hening kaum muda yang tertunduk diam di hadapan Sakramen Mahakudus. Pukul 20.00, acara sarasehan dan adorasi berakhir. Kaum muda berbaur dan bercengkerama dengan pastor dan frater CDD di depan gereja Katedral.
Satu acara telah selesai dan semoga iman umat semakin bertumbuh. Serta dari hari ke sehari semakin mampu menyadari kehadiran Tuhan sebagaimana di ungkapkan oleh Bapa Celso Costantini “ peka akan kehadiran Tuhan dalam seluruh hidup kita”
09 January 2010
In Memoriam Agatha Thoe
Adven di Domus Costantini
Tidak lengkap rasanya kalau tidak mensharingkan pengalaman Masa Adven di Domus Costantini.
Selama Masa Adven di gereja-gereja selalu dipasang Lingkaran Adven. Sebuah lingkaran tidak memiliki awal dan akhir, ini mau melambangkan waktu Tuhan (kairos) yang tidak mengenal awal dan akhir, yang adalah kekal. Kairos adalah "waktu yang ditetapkan oleh Allah", saat di mana Allah bertindak (bdk. Mrk 1:15 kairos telah genap; Kerajaan Allah
sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!) Kairos ini berbeda dengan penggunaan waktu yang disebut kronos dalam pengertian waktu/jam secara umum. Dalam Liturgi Gereja Timur, sebelum Ibadat Ilahi (Misa), diakon akan berseru, "Kairos tou poiesai to Kyrio" ("Saatnya bagi Tuhan untuk bertindak"); yang menggambarkan bahwa saat Liturgi adalah saat persinggungan saat dunia dengan Allah yang abadi.
Dalam liturgi Gereja Katolik, lingkaran adven dipasang untuk menandai empat hari Minggu Adven dengan empat lilin dan dihiasi dengan daun-daunan hijau. Pada minggu ke tiga lilin warna merah muda dinyalakan, karena menandakan Minggu Gaudete, saat umat dengan antusias dan gembira menantikan Natal yang makin mendekat. Apalagi nanti tanggal 17 Desember dimulai yang biasa disebut novena adven/natal. Istilah ini (novena adven/natal) sebenarnya tidak tepat secara liturgis (meskipun tidak salah). Dalam liturgi Gereja disebutkan sebagai masa penantian tahap ke dua. Pada masa penantian tahap pertama Gereja lebih memfokuskan penantiannya pada kedatangan Kristus dalam kepenuhan-Nya (parousia), dan pada tahap ke dua ini lebih mengajak umat untuk menyiapkan diri agar siap menyambut Sabda yang menjadi Manusia (Verbum Incarnatum). Menyalakan lilin lingkaran adven sebenarnya bukan termasuk liturgi, meskipun dinyalakan di sekitar altar. Alangkah baiknya bila juga dipasang rumah-rumah umat kristiani.
Frater skolastik di Domus Costantini jg mau mencoba menghayati Masa Adven dgn lebih baik. Karena itu, para frater menyiapkan lingkaran adven di ruang makan. Sebelum makan, lilin dinyalakan, dilanjutkan dengan doa. Memang terasa suasana menjadi lebih istimewa. Mudah-mudahan untuk selanjutnya penghayatan Verbum Incarnatum di Masa Adven sungguh menjadi oase di tengah-tengah kesibukan kuliah dan Ujian Akhir Semester di STFT Widya sasana.
Selama Masa Adven di gereja-gereja selalu dipasang Lingkaran Adven. Sebuah lingkaran tidak memiliki awal dan akhir, ini mau melambangkan waktu Tuhan (kairos) yang tidak mengenal awal dan akhir, yang adalah kekal. Kairos adalah "waktu yang ditetapkan oleh Allah", saat di mana Allah bertindak (bdk. Mrk 1:15 kairos telah genap; Kerajaan Allah
sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!) Kairos ini berbeda dengan penggunaan waktu yang disebut kronos dalam pengertian waktu/jam secara umum. Dalam Liturgi Gereja Timur, sebelum Ibadat Ilahi (Misa), diakon akan berseru, "Kairos tou poiesai to Kyrio" ("Saatnya bagi Tuhan untuk bertindak"); yang menggambarkan bahwa saat Liturgi adalah saat persinggungan saat dunia dengan Allah yang abadi.
Dalam liturgi Gereja Katolik, lingkaran adven dipasang untuk menandai empat hari Minggu Adven dengan empat lilin dan dihiasi dengan daun-daunan hijau. Pada minggu ke tiga lilin warna merah muda dinyalakan, karena menandakan Minggu Gaudete, saat umat dengan antusias dan gembira menantikan Natal yang makin mendekat. Apalagi nanti tanggal 17 Desember dimulai yang biasa disebut novena adven/natal. Istilah ini (novena adven/natal) sebenarnya tidak tepat secara liturgis (meskipun tidak salah). Dalam liturgi Gereja disebutkan sebagai masa penantian tahap ke dua. Pada masa penantian tahap pertama Gereja lebih memfokuskan penantiannya pada kedatangan Kristus dalam kepenuhan-Nya (parousia), dan pada tahap ke dua ini lebih mengajak umat untuk menyiapkan diri agar siap menyambut Sabda yang menjadi Manusia (Verbum Incarnatum). Menyalakan lilin lingkaran adven sebenarnya bukan termasuk liturgi, meskipun dinyalakan di sekitar altar. Alangkah baiknya bila juga dipasang rumah-rumah umat kristiani.
Frater skolastik di Domus Costantini jg mau mencoba menghayati Masa Adven dgn lebih baik. Karena itu, para frater menyiapkan lingkaran adven di ruang makan. Sebelum makan, lilin dinyalakan, dilanjutkan dengan doa. Memang terasa suasana menjadi lebih istimewa. Mudah-mudahan untuk selanjutnya penghayatan Verbum Incarnatum di Masa Adven sungguh menjadi oase di tengah-tengah kesibukan kuliah dan Ujian Akhir Semester di STFT Widya sasana.
Subscribe to:
Posts (Atom)