oleh P. Lodewyik Tshie CDD
Dugaan saya bahwa kehidupan seorang novis di novisiat akan diatur serba keras, dalam arti mereka dididik secara otoriter. Mereka dipandang sebagai obyek yang harus dibentuk sedemikian rupa, mereka tidak boleh ada ide apalagi saran-saran. Segala keperluan mereka diatur dan dari atasan yang menentukan. Tingkah dan laku mereka diawasi secara ketat,….. dan seterusnya. Itulah dugaanku tentang profil dan pendidikan di novisiat.
Dugaan tersebut tidak berdasar, terkikis sudah, setelah saya sendiri menjalani kehidupan ini setahun. Tidak ada gejala yang turut mendukung dugaanku atau dengan kata lain tidak ada yang persis seperti apa yang pernah saya duga sebelumnya. Tidak ada!
Saya mengakui, pada minggu pertama saya menjalani kehidupan di novisiat, timbul bosan, jengkel, tidak krasan…. Dan seterusnya (gejala tidak ada panggilan?) datang bertubi tubi menghantui diriku. Keadaan tersebut tidak berlangsung lama, begitu cepat ia berlalu. Ini berkat bimbingan dari sang Magister. Pelan-pelan saya mencintai kehidupan ini dan menerimanya. Mungkin saya telah menyesuaikan diri dengan kehidupan yang serba baru dan sedikit asing ini? Aku menemukan ada sesuatu yang sangat menarik, yang selama ini tidak terlukis dengan kata kata. Biarlah ia tetap berlabuh dalam hati ini dan menjadi rahasia kedamaian dan santapan dalam hidupku.
Kehidupan di novisiat penuh damai dan cinta, jauh dari glamour kehidupan duniawi. Hubungan dengan sang Magister penuh keakraban, ceria dan kadang kadang penuh humor. Jelas dan terasa benar bahwa beliau benar benar mengenal kami , atau setidaknya dimata kami, beliau adalah seorang pembimbing yang baik bertindak sebagai supervisor. Beliau mendampingi kami (bahwasanya kami adalah actor), beliau adalah arsitek yang baik dalam hal “tut wury handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarso asung tulodo”
Doa, renungan dan menghadiri misa merupakan kegiatan rutin yang urgent. Menghormati Tubuh Yesus Kristus, retreat dan pengakuan dosa (tidak pernah diabaikan) untuk mempertinggi martabat kehidupan mental spiritual. Mengerti dan memahami betapa penting dan seriusnya arti, tujuan dan kebutuhan menjalani/melakukan kegiatan tersebut, membawa kita dengan senang hati , rasa butuh dan cinta serta menjadikan kegiatan tersebut menjadi milik dan jiwa penggerak hidup kita. Melalui doa,renungan dan menghadiri Misa memperkokoh kehidupan iman, pengharapan dan cinta kepada Sang Pencipta, Allah Bapa. Melalui retreat, menghormati tubuh Yesus Kristus dan pengakuan dosa, menemukan dan merasakan getaran cinta kasih dan kerahiman Ilahi begitu besar dan agung kepada kita. Ah… apakah saya masih harus sombong, tidakkah saya harus rendah hati, tidakkah saya harus mencontohi teladan kehidupan Putera Tunggal-Nya. Kehidupan novisiat yang penuh damai, cinta dan sakral, telah berangsur angsur dan pasti menuntunku menuju jalan kehidupan-Nya, menghantarku kekehidupan seperti yang telah dirintis-Nya di Nazaret. Terdengar jelas Ia berbisik “ Hai anakku, ikutilah Aku dan berjalan bersama Ku”
Kurikulum pengajaran di novisiat, terpusat pada pembentukan mental spiritual dan mental intelektual. Materi pelajaran yang merupakan pokok kunyahan selama ini yaitu mengenal kehidupan orang kudus, menelaah kitab suci, mengenal hokum gereja, mengenal peraturan kongregasi, mengenal karya tulis bapak pendiri kongregasi, cardinal Celso Costantini. Setiap pendekatan dari tutor cukup menarik dan mudah dipahami. Setiap tutor memberi dorongan kepada kami agar aktip nalar dan kemampuan mengeluar pendapat (SAL System).Kegiatan social yang memiliki nilai kemanusiaan yaitu dalam usaha pemantapan kehidupan social spiritual, kami dipimpin oleh Magister mengunjungi Panti asuhan. Di situ terbaring sejumlah anak/bayi cacat mental dan fisik yang agaknya tidak memiliki masa depan sebagaimana anak normal lainnya. Mereka perlu perhatian, bantuan dan kasih saying. Mareka dalam pelukan kami dan mulut mereka menerima suapan bubur dari tangan kami. Ah…. Kami merasakan desahan nafas mereka secara implisit menyerukan “ye….sus, ye….sus”
Setahun saya di novisiat, menjajaki kehidupan keluarga kecil nazaret. Walaupun kehidupan nivisiat tidaklah persis dan tidak dapat dibandingkan dengan keluarga nazaret, tapi semangatnya tetap lestari dan terwariskan pada kehidupan di novisiat. Dalam kehidupan novisiat yang penuh keheningan dan kedamaian, terpusatlah segala pikiran tertuju pada-Nya, mendekatkan diri pada-Nya, menerima petunjuk dan sabda-Nya, menyerahkan diri secara utuh dan menjadikan 3 (tiga) kaul sebagai pelita hidup sekarang akan akan datang. Semoga!