Kali ini retret tahunan dijalani di Muntilan, dari tanggal 4-10 Juli, dibimbing oleh Rm. Hartosubono Pr, rektor seminari kentungan. Acara demi acara berjalan banyak. Yang menarik, Rm. Hartosubono tidak terlalu mencekoki kami dengan banyak ajaran yang sebenarnya sudah diketahui, tetapi dia malahan membawa kami kepada pengenalan lebih jauh tentang diri sendiri, kekurangan-kekurangan dan kebutuhan pribadi. Tujuannya adalah untuk mengenal kelemahan diri, menerimanya dan mempersembahkannya kepada Allah. Acara berjalan dengan banyak refleksi, renungan, dan sharing. Dan Rm. Hartosubono banyak memakai psikologi dalam, karena dia belajar dari Rm. Margo MSF.
Dalam pembukaan, provinsial mengajak agar semua peserta meninggalkan semua yang biasa melekat pada diri sendiri, entah itu sifat, kebiasaan, bahwa perlengkapan. Dan karena ini adalah retret, diminta kepada semua peserta agar handphone dimatikan, dan kalau pun nyala, hendaknya dibuat silent. Untuk itu, perlu menciptakan suasana silentium sacrum, keheningan suci, karena kita mau mengkhususkan seluruh waktu retret ini untuk Tuhan. Tema keseluruhan retret ini adalah BERJALAN BERSAMA YESUS. Karena kita adalah murid Tuhan, dan kita selalu harus berjalan bersama Tuhan. karena itu, segala ke"aku"an ini hendaknya ditinggalkan. Yang ada hanya Yesus.
Sayangnya, ternyata ajakan untuk silentium itu tidak mendapatkan perhatian. Masih saja handphone berbunyi. Itulah bahayanya kalau orang mulai tergantung dan terikat pada alat-alat komunikasi, dan tidak dapat mempergunakannya dengan baik. Bahkan ada peserta yang malah bernyanyi-nyanyi, berbicara dan bergurau dengan peserta lain, bahkan malam hari pun bergurau dengan frater-frater MSF yang juga sedang retret. Provinsial merasa sangat uneasy.
Pada hari pertama, refleksi diambil dari Injil Lukas 1 tentang peristiwa kabar gembira, di mana kami diajak mengubah kelahiran Yesus ini dengan kelahiran masing-masing. Misalnya, sewaktu malaikat menampakkan diri kepada Maria, kita gambarkan Maria adalah ibu kita sendiri, bagaimana reaksi ibu kita, dengan situasi dan lingkungannya yang ada. Bagaimana ibu kita menanggapi kabar bahwa ia mengandung masing-masing kita.
Hari ke dua, kita diajak untuk membuat gambaran tentang diri, mencari simbolisasi dan menjelaskan sikap kita sebagai sesuatu yang kita pilih sebagai simbol.
Hari ke tiga juga masih dengan simbolisasi, tetapi simbolisasi yang ditemukan dalam peziarahan ke Sendang Sono.
Pada hari ke empat, simbolisasi diarahkan ke yang mempunyai unsur pertumbuhan.
Semua peserta kelihatan antusias sekali. Dalam diskusi kelompok, masing-masing simbol mendapatkan komentar dan kritik. Dan dari sana kami diajari untuk menyadari bahwa correctio fraterna hendaknya menjadi bagian dari dinamika hidup kita. Tidak perlu merasa tersinggung kalau simbol kita dikritik confrater yang lain, karena tidak langsung mengkritik diri kita. Karena merasa bagus sekali, Rm. Lodewyik mengusulkan agar semua simbolisasi ini dikumpulkan, kemudian dibundel menjadi satu buku. Ide yang sangat baik.
Selain itu, setiap hari juga diadakan adorasi. Indah memang, bisa bersama Yesus dalam keheningan dan doa.
Malam terakhir, sebelum retret ditutup, Rm. Hartosubono mengajak masing-masing dalam meditasi untuk "berjumpa" dengan bapak pendiri. Rm. Harto tidak mengajak peserta seperti pada umumnya dalam retret membuat niat, menuliskannya, dan seterusnya. Tetapi dalam meditasi berjumpa dengan Celso Costantini, dan mendengar sendiri dari bapa pendiri apa yang harus kita lakukan. Ada beberapa peserta yang sampai terharu karena "berjumpa" dengan bapa pendiri, dan panggilan mereka semakin diteguhkan.
Pada malam terakhir setelah meditasi terjadi peristiwa yang agak mengagetkan. Rm. Willy harus segera meninggalkan Wisma St. Fransiskus karena Sr. Pauline dalam keadaan gawat. Rm. Willy menjadi semakin panik sewaktu adik perempuannya menelpon sambil menangis. Setelah bertukar pikiran, akhirnya provinsial mengijinkan Rm. Willy meninggalkan wisma, karena memang retret sudah berakhir pada malam hari. Besok paginya adalah rapat tahunan. Semua dapat dihandle oleh provinsial. Sedianya rapat berlangsung sampai malam hari, sehinggal tanggal 11 pagi semua dapat meninggalkan wisma. Namun karena tidak banyak bahan yang perlu didiskusikan, maka rapat bisa selesai tepat pada tengah hari. Selain itu, untuk koreksi buku doa harian sudah dilakukan pada pagi hari pertama retret, karena Rm. Hartosubono belum hadir. Mungkin ada miscommunication antara panitia retret dengan Romo pembimbing. Namun itu semua tidak menjadi masalah. Semuanya berjalan dengan lancar dan baik. Retret berlangsung baik, dan yang penting, kebersamaan dalam retret, correctio fraterna, semuanya menjadi bagian yang indah dalam hidup membiara.